Rabu, 29 Desember 2010

About Me and My Blog.

sebenarnya blog ini lahir bukan atas penugasan yang baru saja disampaikan sebulan yang lalu. saya senang menulisdi blog, karena saya pikir menulis di blog menyimpan rasa tersendiri bagi pegiat jurnalistik.
saya memiliki jadwal tersendiri untuk menampilkan tulisan ke blog. saat waktu kosong pun kita bisa mengisinya dengan menulis diblog.so, make your expresion with your blog....
be Spirit to be a proces

Observasi Radar Malang.

Tidak hanya terjebak pada fisik

By. Fitri Aulia

Sejak Jawa Pos menelorkan konsep Seven Rad (Tujuh Radar) di Jawa Timur pertama kali akhir 1998, secara berbarengan dibentuk media sisipan Jawa Pos di daerah. Ada tujuh Radar yang terbit secara bersamaan. Yakni Radar Jember, Radar Bromo, Radar Mojokerto, Radar Kediri, Radar Bojonegoro, Radar Madiun, dan Radar Madura. Rata-rata Radar-Radar itu terbit 8 halaman. Dari sisi perkembangan, Radar-Radar itu tumbuh pesat. Peminatnya pun cukup tinggi. Hasilnya pun sesuai dengan pemikiran dan prediksi CEO Jawa Pos Dahlan Iskan waktu itu. Yakni, perkembangan koran di masa depan akan sangat ditentukan seberapa banyak local content di dalamnya. Sebab, local content itu akan mempengaruhi proximity media-media di daerah. Prediksi Dahlan Iskan itu pun tepat. Terbukti Seven Rad tumbuh cukup pesat. Dalam setahun, Radar sudah menjadi koran daerah yang cukup diperhitungkan. Apalagi Radar itu berada di dalam Jawa Pos. Perkembangan konsep local content pun makin diperbanyak. Pada kurun waktu 1999, Jawa Pos akhirnya menambah Radar-Radar baru lagi. Yakni Radar Malang, Radar Banyuwangi, Radar Bali, dan Radar Jogjakarta.
Di Malang, tahun 1999 masih ada biro Jawa Pos. Di mana, satu halaman Jawa Pos dipersembahkan khusus untuk informasi-informasi dari Malang Raya. Atas kebijakan Jawa Pos, satu halaman khusus Malang itu bermetamorfosa menjadi Radar Malang.
Maka jadilah Radar Malang berdiri sendiri dengan empat halaman penuh. Radar Malang kala itu digawangi oleh para wartawan senior Jawa Pos di Malang dan dibantu wartawan dari Jawa Pos Surabaya. Mereka adalah H Khariri Mahmud (Pemimpin Redaksi), Widodo Irianto (Wakil Pemimpin Redaksi), Agus Purbiantoro (Pemimpin Perusahaan), dan Usman Syahadat (Wakil Pemimpin Perusahaan). Sedang ’’bantuan’’ dari Surabaya digawangi Yulfarida (redaktur) dan Khoirul Anwar (wartawan).
Radar Malang Otonom
Setelah setahun menjadi sisipan Jawa Pos, pada April 2001 Radar Malang otonom. PT Jawa Pos Radar Timur (JPRT) yang menaungi Radar-Radar waktu itu, mengirim’’tenaga baru’’. Akhirnya Radar Malang pun menjadi koran daerah otonom. Yakni, media lokal Malang yang berhak menentukan perkembangannya sendiri.
Karena masih berada dalam satu atap dengan Jawa Pos, secara oplah, Radar Malang juga sama dengan Jawa Pos. Yakni, rata-rata 35.000 eksemplar setiap hari dan berkembang hingga kini menjadi rata-rata 40.000 eksemplar per hari. Radar Malang pun makin tumbuh pesat dengan pembaca per hari rata-rata 200.000 pembaca per hari di Malang Raya.
Struktur Perusahaan
Radar Malang berdiri dengan badan hukum terpisah dengan Jawa Pos. Di bawah manajemen PT Malang Intermedia Pers, Radar Malang mengelola diri sendiri dengan dipimpin seorang direktur. Meski begitu, secara manajemen, Radar Malang tetap mengikuti PT Jawa Pos sebagai holding company.
Ada empat departemen di Radar Malang. Yakni Departemen Redaksi, Departemen Pemasaran, Departemen Iklan, dan Departemen Keuangan-Umum. Masing-masing departemen dipimpin oleh manajer. Para manajer ini bertanggung jawab penuh pada direktur.

Selasa, 28 Desember 2010

Materi-Materi jurnalistik # 2

Mengenal Opini dan Kolom
Dalam sebuah surat kabar dikenal ada: berita, feature, tajuk, pojok, kolom, surat pembaca, iklan. Biasanya ada pula fiksi, karikatur, foto-foto. Berita dan feature adalah fakta, pojok dan tajuk adalah opini dari pengasuh koran, kolom dan surat pembaca adalah opini dari luar, iklan adalah sumber duit untuk penerbitan, sedang fiksi adalah karangan yang fiktif, bisa sebagai cerita bersambung, cerpen, dan sebagainya.
Dalam penerbitan majalah dan tabloid, keadaannya hampir sama. Mungkin majalah dan tabloid tidak ada fiksinya, kecuali majalah dan tabloid yang sifatnya hiburan, bukan majalah atau tabloid berita.
Di penerbitan majalah dan tabloid, juga jarang ada tajuk rencana, yang isinya adalah opini yang mengatasnamakan penerbitan itu. Di beberapa penerbitan, pemimpin redaksi atau redaktur senior menulis opini khusus dengan byline. Misalnya, di Forum dulu ada Catatan Hukum. Itu tak bisa digolongkan opini, karena belum tentu mewakili isi majalah tersebut. Itu lebih tepat disebut kolom. Nah, di majalah TEMPO sekarang ini ada opini. Itu betul-betul opini yang sebenarnya, karena dibuat untuk mewakili kepentingan penerbitan. Dan tidak ada byline-nya (penulisnya).
Kriteria:
Jadi apa itu opini dan kolom, sudah jelas. Opini adalah tulisan yang merupakan pendapat seseorang atau lembaga. Kolom dan surat pembaca termasuk opini. Pokoknya segala yang bukan berita disebut opini.
Dan opini ada dua: mewakili lembaga (disebut tajuk, pojok, opini -- dalam pengertian rubrik), dan mewakili perorangan (disebut kolom). Kalau dibagi lagi, kolom bisa ditulis oleh orang luar maupun orang dalam, tajuk dan sebagainya itu adalah opini yang ditulis oleh orang dalam.
Apa yang ditulis:
Baik opini maupun kolom, kedua-duanya adalah menyoroti sebuah berita aktual dengan memberi pendapat-pendapat, baik saran, solusi, kritik dan sebagainya. Kalau berita tentu tak bisa dicampuri dengan opini. Berita yang dicampur dengan opini menjadi rancu, dan mengaburkan nilai berita itu sendiri. Berita pun menjadi tidak obyektif lagi.
Karena itu sebuah tulisan yang ingin melengkapi berita itu dengan pendapat seseorang, dipesan kolom oleh sebuah penerbitan. Itu yang menyebabkan penulis kolom adalah tokoh-tokoh yang sudah dikenal dalam bidangnya. Apalagi untuk majalah. Kalau Anda belum terkenal tak bisa menulis kolom. Di koran-koran, karena terbitnya setiap hari dan membutuhkan banyak tulisan, masih bisa menerima tulisan kolom dari luar yang datang begitu saja tanpa dipesan. Tapi di majalah tidak, tulisan dipesan dan hanya orang tertentu saja yang bisa menulis.
Bagaimana menulis:
Baik kolom maupun opini ditulis dengan cara yang sangat populer dan dibatasi panjangnya. Kalau di majalah panjang kolom paling banyak 5.000 karakter, di koran umumnya sama saja, tetapi bisa sedikit lebih panjang karena bisa bersambung ke halaman lain. Anda tak bisa bertele-tele, tetapi langsung pada persoalan. Memang, kemudian dikenal ada gaya seseorang, yang tak mudah ditiru oleh orang lain. Apalagi apa yang kemudian disebut kolom khusus (misalnya Asal-usul di Kompas).
Salah satu yang penting dalam menulis opini atau kolom adalah fokus yang jelas dan sudut pandang tidak melebar ke mana-mana. Karena itu banyak pemula yang bingung, bagaimana memulainya dan bagaimana memperlakukan bahan-bahan yang ada.
Jangan mudah bingung. Periksa dulu rencana awal, sebenarnya apa sih tema yang mau anda tulis itu? Fokus ceritanya apa, lalu angle (sudut pandangnya) ke mana. Cocokkan dengan bahan/data yang Anda punya atau berita yang sudah terjadi. Apakah sudah terkumpul dan mendukung tulisan itu? Kalau belum, cari yang kurang. Kalau pas dan berlebih, siap-siaplah ditulis.
Pergunakan data atau berita yang sudah terjadi sesuai dengan kebutuhan tulisan itu. Misalnya soal-soal detail. Tak semua detail itu penting. Misalnya menyebutkan jarak sebuah desa di Aceh yang dijadikan wilayah penelitian DOM. ''Desa itu berjarak 15, 74 kilometer dari kota.....'' Pembaca malah bisa keliru kalau membacanya cepat-cepat, lima belas kilometer atau seratus limapuluh tujuh kilometer atau tujuh belas kilometer. Sebut saja angka bulat, misalnya, sekitar lima belas kilometer atau lebih sedikit dari lima belas kilometer.
Tetapi untuk hal tertentu, katakanlah kolumnis olahraga, detail itu penting. Misalnya, pertandingan sepakbola. ''Gol terjadi pada menit ke 43''. Ini tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main. Menit ke 43 sangat penting artinya dibandingkan menit ke 30, misalnya. Atau tulisan begini: ''Pelari itu mencapai finish dengan waktu 10.51 detik.'' Ini penting sekali bagi pembaca. Mereka akan marah kalau detail itu ternyata salah. Apakah pembaca bingung melihat angka-angka ini? Tidak, karena sebelum mereka membaca tulisan itu, mereka sudah punya persiapan apa tema tulisan itu.
Masalah Bahasa:
Bahasa Indonesia yang kita gunakan untuk menyusun artikel (baik opini maupun kolom) haruslah ''bahasa tulisan''. Yang dimaksudkan di sini adalah bukan bahasa lisan atau bahasa percakapan sehari-hari.
Namun, bahasa itu tetap komunikatif, mampu menghubungkan alam pikiran penulis dan pembaca secara lancar dan hemat kata. Agar dapat menyampaikan gagasan penulis tanpa cacat, kalimat yang disusun harus bebas dari kata-kata yang melelahkan dan kata-kata pemanis basa-basi yang biasa diucapkan orang dalam pidato yang menjemukan. Kata-kata itu bahkan sejauh mungkin harus kita hindari penggunaannya.
Selain menggunakan bahasa tulisan, juga perlu menggunakan bahasa teknis. Dan bahasa teknis menuntut penuturan yang ringkas. Dalam usaha menyusun kalimat ringkas ini, kita harus tetap ingat, jangan sampai mengorbankan kejelasan.Sebuah artikel dikatakan tidak lengkap dan tidak jelas, apabila ia tidak dapat menjawab pertanyaan pembaca lebih lanjut, seperti pertanyaan: "Berapa"? (jumlah, ukuran, umur, hasil, suhu dan lain-lain). Artikel yang lengkap tidak akan membiarkan pembaca bertanya-tanya lagi, misalnya di mana letak Ciamis tempat pembunuhan dukun santet itu. Begitu pula deskripsi seseorang, kita jangan terlalu gampang menulis ''orang itu begitu cantik setelah mengenakan pakaian pengantin''. Cantik untuk ukuran orang lain bisa berbeda-beda, maka lebih baik deskripsikan ''kecantikan'' itu. Misalnya, setelah mengenakan pakaian pengantin itu, sang gadis kelihatan lebih langsing, matanya lebih bersinar, lehernya lebih jenjang dan sebagainya. Namun, keterperincian itu tadi tetap jangan sampai terjebak pada hal-hal yang tidak perlu.Ketelitian menjadi hal penting, baik dalam penulisan kata, umur, nama orang, nama tempat dan alat, ejaan dan tanda baca. Jelas akan merosot nilai kolom itu, kalau ketelitian ini diabaikan begitu saja. Begitu pula masalah ejaan yang benar sebagaimana pedoman baku yang telah dikeluarkan Pusat Bahasa.
Di Majalah TEMPO misalnya kalau ada penulis artikel yang masih menulis kata "rubah, robah, merubah, merobah" langsung dicampakkan karena semestinya kata dasar itu "ubah", jadi harus ditulis "perubahan, mengubah, diubah". Ini contoh-contoh kecil yang perlu dicermati.Menulis kalimat, jangan terlalu berpanjang-panjang. Kalimat yang paling ideal itu adalah kalimat yang mencetuskan satu ide, satu gagasan. Kalimat yang lebih dari satu ide dan satu gagasan akan membuat kabur, lebih-lebih kalau penempatan kata penghubung dan koma dikacaukan. Misalnya kalimat ini: "Iwan, bapak seorang anak yang baru saja diwisuda sebagai insinyur...." tak jelas benar, siapa yang lulus insinyur itu, Iwan atau anaknya? Ini hanya karena penempatan koma. Kalau ditulis: "Iwan, bapak seorang anak, yang baru saja lulus insinyur..." yang lulus insinyur jelas Iwan, bukan anaknya. Atau: "Iwan, bapak dari seorang anak yang baru saja lulus insinyur, meninggal dunia..." yang lulus insinyur anaknya, yang meninggal bapaknya.Demikian beberapa hal tentang opini dan kolom. Jenis tulisan ini tak bisa diajarkan secara teori, karena memang tak ada teorinya. Tulisan ini menyangkut wawasan dan pengalaman. Semakin lama "jam terbang" seseorang semakin baik tulisannya.
________________________________________

100 fakta

by:  Fitri Aulia

100 fakta:
1.      Saya bangun jam 5 pagi
2.      Saya memakai rok jeans biru tua
3.      Saya menenten buku besar
4.      Saya berangkat bersama bebrapa mahasiswa cewek
5.      Ada pedagang nasi menjajakan jualannya di sekitar jalan
6.      Beberapa kendaraan terlihat lalulalang
7.      Ada beberapa mahasiswa yang bersepeda saat berangkat ke kampus
8.      Beberapa warung makan masih terlihat belum buka
9.      Pedagang buah di samping  penyebrangan jalan belum parkir di tempat biasa
10.  Kendaraan saling bersahut-sahutan membunyikan klakson
11.  Saya keluar rumah melalui pintu gerbang depan
12.  Beberapa mahasiswa terlihat setengah berlari melintasi pintu gerbang kampus
13.  Kendaraan saling bersahut-sahutan membunyikan klaksonnya
14.  Beberapa mahasiswa terlihat asik memainkan ponselnya
15.  Jalan di belakang kampus semakin sesak dengan kerumunan kendaraan yang melintas
16.  Pedagang  nasi pecel di seberang jalan terlihat siap menjajakan dagangannya
17.  Terlihat bebarapa dosen berangkat bersamaan dengan mahasiswa
18.  Jum’at pagi jalanan terlihat becek akibat hujan semalam
19.  Semua mahasiswa mengenakan sepatu
20.  Beberapa mahasiswa ada yang tidak berkaos kaki
21.  Semua mahasiswa cewek membawa tas
22.  Beberapa mahasiswa cewek mengenakan tas rangsel
23.  Beberapa mahasiswa berkendara motor yang hendak keluar kampus sibuk menunjukkan STNK pada satpam
24.  Satpam mengenakan baju seragam berwarna biru tua
25.  Seluruh satpam memakai sepatu berwarna hitam
26.  Mahasiswa cewek mengenakan jilbab berwarna-warni
27.  Semua mahasiswa mengenakan jilbab
28.  Semua mahasiswa cowok memakai celana
29.  Tidak semua mahasiswa cowok memakai celana jeans
30.  Mahasiswa memasuki kampus melalui pintu gerbang
31.  Cleaning servis melakukan tugasnya
32.  Saya berjalan melewati depan masjid
33.  Beberapa mahasiswa mengenakan jaket pada hari jum’at
34.  Saya menggunakan rok putih pada hari jum’at
35.  Beberapa mahasiswa terlihat kesulitan membawa barang
36.  Mahasiswa cowok duduk di sisi kanan dan mahasiswa cewek duduk di sisi kiri
37.  Kampus masih sepi pada pukul 07.00 pada hari jum’at
38.  Perkuliahan kelas A dimulai pukul 07.00 pada hari jum’at
39.  Dosen mata kuliah kewirausahaan terlambat 30 menit
40.  Beberapa mahasiswa datang terlambat
41.  Beberapa mahasiswa mempresentasikan makalahnya
42.  Ada dua pemateri dan satu moderator
43.  Ada tempat sampah di belakang ruang kelas
44.  Ada withboard di depan kelas
45.  Ada LCD tergantung di kelas
46.  Pemateri yang akan presentasi mengeluarkan laptop dari dalam tasnya
47.  Dosen duduk di bangku terdepan
48.  Beberapa kursi kayu tertata rapi di kelas
49.  Ada beberapa mahasiswa masih terlihat mengantuk
50.  Beberapa mahasiswa duduk di depan kelas
51.  Beberapa mahasiswa duduk sambil saling berbicara
52.  Dua orang mahasiswa duduk di pojok ruangan
53.  Ada tiga mahasiswa duduk bersandingan sambil menatap laptop di pangkuannya
54.  Ruang-ruang kelas terlihat masih kosong
55.  Lantai ruang kelas telah dibersihkan oleh cleaning servis
56.  Satu persatu dosen berdatangan
57.  Beberapa menit menunggu akhirnya dosen yang ditunggu datang juga
58.  Para mahasiswa yang menunggu di depan kelas berbondong-bondong memasuki kelas
59.  Kampus masih sepi pada pukul 07.00 pada hari kamis
60.  Perkuliahan kelas B dimulai pukul 07.00 pada hari sabtu
61.  Dosen mata kuliah kewirausahaan terlambat 30 menit
62.  Beberapa mahasiswa datang terlambat
63.  Beberapa mahasiswa mempresentasikan makalahnya
64.  Ada dua pemateri dan satu moderator
65.  Ada tempat sampah di belakang ruang kelas
66.  Ada withboard di depan kelas
67.  Ada beberapa mahasiswa masih terlihat mengantuk
68.  Beberapa mahasiswa duduk di depan kelas
69.  Beberapa mahasiswa duduk sambil saling berbicara
70.  Dua orang mahasiswa duduk di pojok ruangan
71.  Terlihat bebarapa dosen berangkat bersamaan dengan mahasiswa
72.  Jum’at pagi jalanan terlihat becek akibat hujan semalam
73.  Semua mahasiswa mengenakan sepatu
74.  Dua orang mahasiswa duduk di pojok ruangan
75.  Ada tiga mahasiswa duduk bersandingan sambil menatap laptop di pangkuannya
76.  Ruang-ruang kelas terlihat masih kosong
77.  Beberapa mahasiswa mempresentasikan makalahnya
78.  Jum’at pagi jalanan terlihat becek akibat hujan semalam
79.  Semua mahasiswa mengenakan sepatu
80.  Beberapa mahasiswa ada yang tidak berkaos kaki
81.  Semua mahasiswa cewek membawa tas
82.  Dosen memakai sepatu hijau
83.  Ada dua pemateri dan satu moderator
84.  Ada tempat sampah di belakang ruang kelas
85.  Ada beberapa mahasiswa yang bersepeda saat berangkat ke kampus
86.  Beberapa warung makan masih terlihat belum buka
87.  Pedagang buah di samping  penyebrangan jalan belum parkir di tempat biasa
88.  Suasana jum’at pagi mendung
89.  Udara jum’at pagi terasa dingin
90.  Dedaunan terlihat hijau
91.  Dedaunan terlihat basah terkena sisa hujan semalam
92.  Gedung-gedung terlihat sepi
93.  Beberapa mahasiswa berjalan menuju masjid
94.  Clining servis duduk-duduk sambil menjaga kunci ruangan
95.  Mahasiswa terlihat bertransaksi dengan
96.  Pak satpam menjaga pos satpam
97.  Dosen dating dengan menenteng tas yang berisi laptop
98.  Beberapa dosen memarkir mobilnya
99.  Ada beberapa mahasiswa yang memarkir motor di depan gedung perkuliahan
100.   Mahasiswa sibuk mendiskusikan pembagian kelompok di depan kelas

Features orang # 3

Narasi Ketimpangan Pembangunan
Oleh: Mukhlashyn

Indonesia memiliki banyak pulau dari yang terkecil hingga pulau terbesar seperti; pulau Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Jawa, dan Sumatra. Pulau-pulau ini mempunyai banyak penghuni dan penduduk. Seperti yang dilaporkan oleh M. Masud Said, Wakil Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia yang menyatakan bahwa Indonesia memiliki 13.000 pulau.

Akhir September 2009 tahun lalu saya pergi untuk menggunjungi salah satu pulau terbesar di Indonesia, pulau Sumatra. Pulau ini berdekatan dengan Jawa. Hanya saja dibatasi oleh selat Sunda. Untuk sampai ke sana bisa naik alat transportasi udara, pesawat dan alat transportasi darat seperti bus. Jangan mengharap ada transportasi darat selain bus. Karena di sana belum ada Kereta api penghubung Sumatera-Jawa. Jangan pula berharap ada jembatan yang menghubungkan kedua pulau tersebut layaknya jembatan Suramadu di Surabaya, karena di sana belum ada jembatan penghubung, meskipun pada zaman Orde Baru rencana pembangunan jembatan sumatera-jawa pernah digembar-gemborkan.
Untuk menyeberang ke pulau sumatera, masih menggunakan alat tranportasi air, kapal Feri. Di dalam kapal Feri terasa sesak. Bangku penuh. Beberapa penumpang tidak mendapat tempat duduk.
Ketika kapal hendak merapat di Pelabuhan Bakauheni, saya hanya bisa bernafas lega dan menyaksikan kekaguman yang luar biasa. Pemandangan di sana indah, hijau. Hutan terbentang luas, begitu juga dengan kebun-kebunnya. Rumah-rumah penduduknya jarang yang berdekatan atau berdampingan seperi hal nya di kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang, dan Jakarta.
Keadaan alam dan pembangunan di pulau andalas tersebut hampir seragam. Mulai dari Lampung, Palembang, dan Jambi yang berhutan agak tandus.
Ketika memasuki daerah palembang, dari dalam bus hanya terlihat hutan dan kebun-kebun, tapi disana lebih banyak terdapat hutan. Kebun di sana lebih dominan ditanami kelapa sawit, coklat, dan karet. Pohon-pohon besar di kiri-kanan jalan sepanjang perjalanan memberi kesan tersendiri. Karena di Jawa tempat saya tinggal jarang terlihat pohon-pohon besar seperti yang ada di Palembang. Pembangunan-pembangunan di daerah ini tampaknya belum berjalan secara maksimal. Padahal pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah sudah efektif pada 2001 lalu.
Perjalanan satu Propinsi ke Propinsi lain ditempuh berjam-jam. Jalanya berkelok kelok. Bergunung-gunung dan berlembah. Memasuki daerah Jambi, kondisi yang sama masih saya temui. Namun, di jambi keadaan jalananya sedikit berbeda. Jalan disana tak berkelok-kelok seperti di Palembang, hanya lurus hingga berpuluh-puluh kilometer.
Memasuki daerah muara bungo, kondisi jalan ke rimbo Bujang, salah satu kecamatan di kabupaten Tebo banyak yang rusak. Pembangunan di sana pun masih belum berkembang seperti daerah-daerah yang ada di Jawa dan Jakarta.
Di Rimbo Bujang, masih banyak desa-desa yang belum diaspal. Berbeda sekali kondisinya jika dibandingkan dengan jalan-jalan yang ada di Jakarta dan desa-desa yang ada di pulau Jawa. Jalan-jalan di daerah pulau Jawa, terutama Jakarta rapi dan tertata dengan baik, tak seperti di Rimbo Bujang ini.
Di Jakarta, kita dengan mudah menjumpai gedung-gedung bertingkat, menjulang ke langit. Sarana transformasi banyak, mulai berbagai merek taxsi hingga bus antarkota. Untuk cepat sampai di tujuan bisa naik kereta api. Untuk mempermudah pengguna jalan kaki dibangun jembatan layang-layang guna penyeberangan. Mau apa pun ada, dan mudah didapat.
Di ibu kota Indonesia itu, semua bangunan dan gedung berdekatan. Gedung DPR, MPR di Senayan, Istana Negara, kantor Sekretaris Negara, kantor BUMN hingga kantor pusat kepolisian dan kantor Badan Inteligensia Negara dan kantor-kantor perdagangan lain, meskipun ada perusahaannya di luar Jakarta. Ini menandai keuangan mayoritas hanya berputar di Jakarta. Tidak heran orang berbondong-bondong pindah dan mencari kerja ke Jakarta.
Kondisi ini tentu tak dapat dibandingkan dengan kecamatan Rimbo Bujang yang hanya merupakan salah satu daerah ”pinggiran” di Indonesia. Tetapi, jangan coba-coba membandingkan kekayaan alamnya. Kecamatan yang ditenggarai salah satu kecamatan terluas di Indonesia ini merupakan salah satu daerah penghasil karet terbesar –yang hasil karetnya sebagian besar di boyong ke Jakarta dan Tangerang, karena di sana belum ada pabrik pengolahan karet—di Jambi.

DI SUATU PAGI, sinar mentari mulai beranjak naik dari balik bukit di Kampung Dalam. Sawah-sawah yang menguning terlihat seperti taburan pasir emas di hamparan belakang rumah yang saya tumpangi. Pohon sawit dan kelapa mengitari desa Kampung Dalam. Udara segar nampak masih bersih di pagi hari. Polusi udara hampir tak ada.
Perjalanan dari Rimbo Bujang ke desa ini menghabiskan waktu kurang lebih 10 jam. Untuk mencapai desa ini saya harus menumpangi mobil Mitsubishi L300 angkutan pedesaan Pariaman-Basung. Sebab, Mobil bus yang saya tumpangi dari Jakarta berhenti di Pariaman, salah satu kabupaten di Sumatera Barat.
Jarak dari kota desa kampung dalam dan kota padang tidak begitu jauh. Kira-kira butuh waktu sekitar dua jam perjalanan tanpa diselingi macet. Jalanan dari pariaman ke kampung dalam cukup berbelok belok. Kondisi jalanya sudah layak, jika dibandingkan dengan kecamatan Rimbo Bujang.
“Selama saya jadi wali Nagari ini, baru tiga program yang terealisasi. Salah satunya ini pengaspalan jalan sampai ke kampung dalam ini,” kata Fabet Effendi, Wali Nagari Campago Pariaman sambil menunjuk jalan beraspal di depan rumahnya.
Pariaman salah satu tempat yang terkenal dengan adat Minangkabaunya. Begitu juga di desa Pasar Kampung Dalam ini. Pada saat saya berada di sana, salah satu penduduk warga kampung ini sedang merayakan pesta pernikahan. Pernikahan tersebut sarat adat Minangkabau. Ada tenda yang cukup besar. Lampu Kelap-kelip menghiasi ruangan. Di pelaminan terlihat kedua mempelai memakai baju kebesaran ala Minangkabau. Mempelai pria memakai mahkota lambang tanduk kerbau, sedangkan mampelai perempuannya menggunakan mahkota kebesaran warna keemasan.
Salah satu pekerjaan utama suku Minangkabau ialah berdagang. Orang Minangkabau menegakkan ‘dinasti perdagangan kota’ mereka dimulai sejak awal abad ke dua puluh. Namun, mereka menghadapi suatu tantangan besar dari orang-orang Cina yang memperoleh dukungan penuh dari pemerintah kolonial. Belanda menghendaki orang Cina untuk memonopoli perdagangan menengah supaya bisa menjadi perantara antara penduduk berkebangsaan Eropa dengan penduduk asli (Skinner, 1973:404).
Dengan memanfaatkan kebijakan Belanda, orang-orang Cina berhasil menahan suku Minangkabau pada perdagangan kecil. Setelah kemerdekaan, ketika Belanda terpaksa meninggalkan Indonesia, ornag-orang Cina bergerak memasuki sektor-sektor perekonomian yang tadinya didomonasi oleh belanda, kecuali perkebunan, yang diambil alih menjadi perusahaan-perusahaan negara.

MERANTAU ATAU PINDAH tempat tinggal sudah menjadi siklus yang tidak akan mati di Indonesia. Orang minangkabau memang suka merantau. Menurut kato (1982:82), perubahan besar dalam tradisi merantau suku Minagkabau ini terjadi setelah Perang Dunia II. Biasanya seorang suami pergi merantau terlebih dahulu baru kemudia mendatangkan istri serta anak-anaknya. Kebanyakan mereka hidup di kota-kota besar seperti; Medan, Bandung, Surabaya, dan Jakarta.
Menurut Lekkerkerker (1916:207), bahwa perantauan oleh kelompok etnik Minangkabau adalah satu cara guna melepaskan diri dari kungkungan adat matrilinial. Kato (1928:243), mendukung pendapat Lekkerkerker, mengatakan ”Banyak dari mereka yang tidak merasa cocok dengan cara hidup matrilini kemudian pergi merantau.”
Di jakarta, bisnis tekstil merupakan salah satu pilihan orang minang. Cara melaksanakan bisnis ini memberikan gambaran jelas bagaimana pada umumnya manajemen bisnis orang minagkabau di daerah urban.
Siang itu September 2009. Sebuah papan nama bertuliskan ”BAGINDO menyediakan perlengkapan busana Muslimah, Anak-anak, dan Batik” tergantung di pojok atas salah satu toko di ITC Cipulir Mas, Jakarat Selatan. Toko yang dibuka mulai pukul delapan pagi hingga menjelang salat Isya itu menghadap ke arah Barat. Saat itu pembeli silih berganti. Ramai menawar harga baju di toko itu.
“Ada baju batik gak?” tanya dua pembeli wanita
“Oh ya ada,” sahut suara dari dalam toko itu
“Aku mau beli sekodi warna hijau pucuk pisang kalau ada,” pinta pembeli
“Tolong ambilkan di sebelah sana,” suruh Nasirman pada anaknya sambil menunjuk ke tokonya
yang ada di sebelah. Anak perempuannya pergi mencarikan baju yang diinginkan pembeli.
“Dari mana? Dari Skodam ya”, tanya Nasirman, pria kelahiran Padang Pariaman.
“Kemarin ada pembeli dari skodam, orang-orang kantor, dan juga tentara.”
“Ngapain mereka?” tanya pembeli.
“Mereka mau pesan satu kodi baju batik.”
Saat itu, pemerintah daerah Jakarta mewajibkan masyarakat pegawai negeri memakai baju batik.
“Ini mirip yang tadi, hanya saja warna berbeda tapi motifnya tidak jauh beda,” cerita anak
perempuan Nasirman.
“Yang itu jadul tidak bermotif,” suara anak Nasirman menunjuk kain baju yang dipegang pembeli.
“Kalau mau bawa aja,” kata Nasirman.
“tak kasih tahu, bahan yang itu tipis jangan dibeli, kasihan yang beli”, ibanya
“Ini bahan dari saten,” kata anaknya untuk memberitahu.
“Bahan Saten berbeda, bahanya tipis. Kalau sekali dicuci cepat luntur,” ujar Nasirman memberi
tahu baik dan buruk beberapa merek dan bahan baju yang ia jual.
“Di sini bebas–bebas saja. Kalau cocok dibawah kalau tak cocok boleh dikembalikan,” tegasnya.
“Ntar mau ditukar juga ngak apa-apa”, tambahnya.
Nasirman adalah salah satu dari sekian ribu perantau yang menggadu nasib di Jakarta. Ia bersama istrinya empat anaknya sudah menetap di Jakarta sejak tahun 1980an. Empat orang anaknya tumbuh besar dan bersekolah di kota yang di-ibu-kan oleh masyarakat Indonesia ini.
Anak Nasirman yang pertama sudah menikah dengan gadis Betawi. Menantunya juga ikut membatu menjualkan barang dagangannya. Kini ia memiliki empat toko di ITC Cipulir Mas. “Sembilan puluh persen pedagang yang ada di Cipulir berasal dari Padang,” cerita Nasirman di depan tokonya lantai dua.
Karena waktu itu momen bulan puasa, ia dan empat orang anaknya menutup toko mereka pada pukul delapan malam. Berpindahnya Nasirman ke kota Jakarta disebabkan peluang ekonomi yang rendah di kampung halamannya.


KETIMPANGAN EKONOMI ANTARA daerah di Sumatera dan Jakarta secara tak langsung membuat etos kerja warga minang meningkat. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mohctar Naim, pada tahun 1971 jumlah perantau minang mencapai 44 %. Berdasarkan sensus tahun 2000, suku Minang yang tinggal di Sumatera Barat hanya berjumlah 3,7 juta jiwa. Angka ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan perkiraan 7 juta orang Minang di seluruh dunia. Yang berarti, sekitar 65% warga minang meninggalkan kampung halamannya untuk merantau.
Jakarta tak hanya menjadi “lahan basah” bagi perantau minang, tapi juga menjadi kota “impian” pengubah nasib bagi perantau yang berasal dari seluruh nusantara. Hal ini bisa dilihat dari jumlah arus balik mudik versi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Pemprov DKI Jakarta tahun 2000-2002 menunjukkan terjadi peningkatan signifikan jumlah arus balik Pascalebaran.
Rinciannya: Tahun 2000, arus balik mencapai 2.416.452 jiwa dari jumlah arus mudik yang berjumlah 2.159.729 jiwa. Tahun 2001, arus balik mencapai 2.507.255 jiwa dari jumlah arus mudik 2.372.069 jiwa. Sementara tahun 2002, jumlah arus balik 2,85 juta jiwa dari jumlah pemudik yang mencapai 2,6 juta orang.
Melihat perbandingan antara rasio arus balik dan arus mudik, diperkirakan pertambahan penduduk Propinsi DKI Jakarta rata-rata per tahun pasca-lebaran mencapai 9,24 persen. Catatan Pemprov DKI Jakarta juga menunjukkan, sekitar 32.0000 pencari kerja baru akan memasuki DKI Jakarta bersama 3,2 juta pemudik Pascalebaran 2009 ini. Kaum urban ini umumnya sekadar ingin menjadi kuli bangunan, penjual bakso, penjaja es keliling, penjual sayuran, penjual jamu gendong, pembantu rumah tangga, atau pedagang kaki lima.
Sementara itu, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), laju angka urbanisasi diprediksi terus meningkat. Pada tahun 2025 rata-rata tingkat urbanisasi nasional diperkirakan mencapai 68 persen (di Jawa dan Bali persentasenya bahkan mencapai 80 persen). Dari 35 juta penduduk miskin saat ini, 22 juta ada di desa, sementara 12,8 juta sisanya berada di perkotaan. Dari 10 juta penganggur terbuka, 4,4 juta penganggur ada di pedesaan. Dari sekitar 65.554 desa di Indonesia, 51 ribu desa merupakan desa tertinggal, dimana 20.633 di antaranya tergolong desa miskin.
Ini menandakan Jakarta dinilai sebagai kota yang menjanjikan untuk merubah nasib. Dari miskin menjadi kaya, dari “tak” berkelas menjadi “ber” kelas, dari pengangguran menjadi pekerja. Tak hanya itu, pola urbanisasi ini sekaligus menjadi ciri khas buruknya pertumbuhan ekonomi di daerah dan desa-desa. Tak terkecuali daerah-daerah dan desa-desa yang ada di Sumatera. Pola ini juga menjadi simbol pemusatan pembangunan dan perekonomian di Indonesia, yang secara tak langsung ikut membuat ketimpangan kelas sosial dalam masyarakat.
Makanya tak heran, daerah-daerah dan kota-kota di pulau Jawa –terutama ibu kota Jakarta— banyak diincar oleh perantau yang berasal dari daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, dan NTT. Karena memang di Pulau Jawalah pembangunan dan perekonomian berkembang pesat dan tetap. Ada gula, ada semut. Di mana ada pembangunan, infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan kemudahan akses teknologi, di situ pula banyak perantau yang datang dari penjuru Indonesia untuk mengadu nasib.
Ketimpangan pembangunan dan perekonomian ini tak hanya berdampak pada pola urbanisasi saja, namun juga berpotensi melahirkan sinisme dan kecemburuan sosial di masyarakat Indonesia. Bahkan ketimpangan ini dapat berujung pada upaya suatu daerah atau kota memerdekakan diri. Kasus Aceh misalnya. Menurut Fabet Effendi, keinginan Aceh untuk Merdeka disebabkan ketimpangan pembangunan dan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah. Gas alam yang merupakan salah satu penunjang kekayaan Indonesia sebagian besar berasal dari Aceh. “Makanya tak heran jika Aceh ingin merdeka,” cerita pria beranak dua ini.
Beberapa faktor pemberontakan di Aceh dipicu karena kebijakan centralistik, dan pencabutan izin pelabuhan Sabang di zaman Soeharto. Bahkan ada joke, untuk membeli satu kertas pun harus izin dari Jakarta, tulis Andreas Harsono di majalah Pantau tahun 2003.
Pemberontakan warga Aceh nampak paling serius sesudah Indonesia kehilangan Timor Timur. Dalam sejarahnya, keikutsertaan warga Aceh bergabung dengan Indonesia, karena Soekarno berjanji memberikan status otonomi kepada warga Aceh. Warga aceh percaya, akhirnya berbondong-bondong menyumbangkan harta dan perhiasan mereka untuk beli dua pesawat terbang pertama kali untuk Indonesia. “Tapi Soekarno tidak menempati janjinya,” tulis Harsono.
Di banyak media sering diberitakan konflik-konflik seringkali bermunculan. Mulai konflik aceh hingga konflik Papua. Fenomena ini disebabkan oleh kecemburuan sosial pembangunan yang tidak merata antara daerah satu dengan daerah lainnya di Indonesia. Ketidakadilan dalam pembangunan ini dapat mengancam integrasi republik ini, jika tak ditangani secara serius oleh pemerintah.

TAK HANYA DI SUMATERA, pembangunan di daerah perbatasan lebih menyedihkan. Seperti perbatasan Malaysia dengan daerah Kalimantan bagian utara, selangor dan perbatasan Papua dengan Papua Nugini. Hal semacam ini ditenggarai karena kurangnya perhatian pemerintah dan kurangnya subsidi yang diberikan serta ketidakadilan di segala bidang.
Hidup di daerah perbatasan akan mempengaruhi budaya dan kebangsaan Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh M. Masud Said wakil ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) dalam salah satu penelitaian yang disampaikan dalam “Seminar Nasional: Demokrasi dan Nasionalisme” di malang pada 20 Juni 2010 lalu. Dalam kesempatan tersebut ia menyatakan sebagian besar penduduk Indonesia yang hidup di daerah perbatasan berbahasa melayu Malaysia, adat pakaiannya dan mata uang Malaysia. “Kami tidak kenal yang namanya nasionalisme maupun demokrasi. Yang kita kenal, ialah bagaimana kita bisa hidup dan bagaimana besok bisa makan,” kata Masud Said menirukan ucapan salah satu penduduk Selangor.

PADA TAHUN 2004 hingga 2009 terjadi ketimpangan ekonomi di wilayah Sumatera. Padahal, tahun 2004 Sumatera memberi kontribusi perekonomian Indonesia sebesar 22%. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan wilayah Jawa yang justru naik 1% dari 59,7% menjadi 60,7%.
“Ketimpangan itu menunjukan pemerintah pusat masih lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan di Jawa daripada daerah-daerah lain yang notabene juga penyumbang devisa negara,” kata Jhon Tafbu Ritonga, Dekan Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Sumatera Utara (USU).
Lebih lanjut Jhon mengungkapkan, ketimpangan ekonomi dan disparitas ekonomi antara Jawa dan luar Jawa, bukan tak mungkin menyebabkan disintegrasi bangsa. Ia menghimbau pemerintah melakukan langkah-langkah startegis, salah satunya pembangunan infrastruktur. Misalnya, dalam waktu lima tahun ke depan harus sudah dibangun jalan dari Aceh hingga Lampung yang mempunyai kualitas setara dengan jalan tol.
“Saat ini banyak peresmian pembangunan di Jawa, di luar Jawa seakan tak ada dan pemerintah selalu memberikan janji manis, seperti pembangunan jalan tol Medan-Tebing Tinggi,” lanjut Jhon Tafbu Ritonga.

BAGI WARGA ACEH perjuangan belum selesai. Warga butuh keadilan yang merata seperti yang ada di Jakarta, dan kota kota besar lain yang ada di Indonesia. Begitu juga yang ada di Sulawesi dan Papua. Menurut M. Masud Said, permasalahan bangsa ini banyak dan beragam. Diantaranya; masalah pemilu, disintegrasi, ketertundukan pada politik dan ketidakadilan pembangunan yang kurang merata.
Kebanyakan kekayaan Indonesia ada di luar pulau jawa. Papua ada tambang emas, tapi rakyat papua tidak merasakan hasil kekayaanya. Begitu juga di daerah Indonesia lainnya yang merasakan ketimpangan dan ketidakadilan yang disebabkan sistem politik ekonomi warisan ORBA ini.[]

Features orang # 2

Hikayat Nuklir
Oleh: Hendri Mahendra

Melihat nuklir sebagai kekayaan alam bermanfaat sekaligus sebagai penuai bencana

Terhitung sejak abad 19 hingga sekarang, peradaban manusia mengalami perubahan dasyat. Saat ini, bisa dibilang manusia sedang memasuki puncak peradapan modern, dimana semua kemudahan hidup tersedia.
Perubahan dasyat ini bukannya terjadi begitu saja. Proses panjang perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologilah yang berjasa atas segala kemudahan yang diterima manusia saat ini.
Ciri khas peradaban modern ini ditandai dengan penaklukan alam oleh manusia. Kekayaan alam dimodifikasi dan dimanfaatkan untuk keperluan penelitian demi menghasilkan teknologi baru.
Keberhasilan pun tercapai. Perkembangan teknologi mendominasi kehidupan manusia. Konsekuensinya, tak ada yang tak dapat dijangkau manusia dengan teknologi. Ruang dan waktu ditaklukkan. Jarak di”bunuh”. Penaklukan alam fisik secara besar-besaran digencarkan. Untuk sementara, manusia berjaya atas alam.
Sejak memasuki abad teknologi yang memberikan kemudahan ini, manusia memasuki tahap positif. Atau yang biasa disebut para penganut paham Positivisme sebagai tahap perkembangan kemampuan manusia yang diukur dari validitas keilmiahan dan kelogisan.
Tak heran, puncak peradaban ini begitu diagung-agungkan oleh pendewa teknologi dan sains. Namun, segala sesuatu yang “berkekuatan” besar, juga memiliki resiko besar pula. Manfaat besar yang diperoleh kemajuan teknologi itu, ternyata diiringi pula oleh “bencana” yang besar pula.
Disamping ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat, permasalahan dalam peradaban manusia juga menyisakan “sampah” dan “kotoran” teknologi. Tak hanya itu, pembangunan yang juga menjadi tanda peradaban modern perkembangan teknologi juga tak kalah dasyatnya: membuat jurang ketimpangan sosial yang lebar di masyarakat dunia.
Perkembangan zaman teknologi ini selalu berparodi. Antara kemudahan dan kesusahan yang ditimbulkannya. Perkembangan zaman yang makin memudahkan kehidupan, menuntut “balasan” yang setimpal. Di indonesia misalnya. Perkembangan teknologi gas LPG yang memudahkan masyarakat dalam hal masak-memasak, menuai bencana yang tak kalah besar dengan manfaatnya.
Penggunaan gas LPG yang efisien, juga ikut meng-efisien-kan nyawa manusia. Kerusakan dan kerugian akibat ledakan tabung gas juga cukup fantasatis. Tercatat sejak tahun 2008 hingga 2010 korban yang tewas akibat ledakan gas LPG sebanyak 27 orang, luka-luka 80 orang. Sedangkan kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan mencapai 342 kasus dengan rincian: 84 rumah rusak, 239 rumah terbakar dan 19 kendaraan rusak (Olahan dari data litbang Kompas 24 Juni 2010).
Perkembangan teknologi mampu menyentuh partikel terbesar hingga terkecil yang ada di bumi. Unsur-unsur terkecil dari sebuah molekul (bagian terkecil dari benda-benda yang memiliki sifat-sifat fisik dan kimia) berhasil ditemukan, kemudian dikembangkan. Partikel molekul terkecil ini kemudian dikenal dengan sebutan Atom.
Atom terdiri dari dua bagian. Bagian kulit dan bagian inti. Bagian kulit disebut elektron, dan bagian inti disebut nuklir. Hanya nuklir yang memiliki massa. Sedangkan Elektron tidak (massa=0).
Nuklir yang merupakan inti atom juga memiliki partikel. Yakni proton dan neutron. Didalam proton dan neutron ada partikel yang lebih kecil lagi, disebut Quark. Proton dan neutron masing-masing memiliki massa 1 sma (1,7x 10-27 Kg). Sehingga dapat dikatakan bahwa massa atom terpusat didalam inti yang meliputi 99,975% total massa atom.

Awal Mula Nuklir “Ditemukan”
Sejak Democritus (460 SM–370 SM) “menemukan” Atom, pengembangan dan “modifikasi” Atom mengalami perubahan besar hingga saat ini. Ekplorasi teknologi atom ini sudah ditemukan pada penghujung abad 19. Ketika Antoine Henri Becquerel menemukan radioaktivitas uranium.
Kemudian memasuki awal abad 20 Marie dan Pierre Curie melakukan percobaan dengan cara mengisolasi logam radioaktif disebut radium. Hingga pada tahun 1938 seorang ahli Kimia Jerman Otto Hahn dan Fritz Strassmann membelah atom Uranium menjadi dua bagian yang sama dengan penembakan neutron.
Sebagai hasilnya, Lise Meitner—ahli Fisika Austria—dengan keponakannya Otto Robert Fisch, menjelaskan proses fisi nuklir pada tahun 1939. Dari hasil eksperimen itulah yang dijadikan dasar bagi konsep pelepasan energi atom hingga saat ini. Temuan mutakhir ini kemudian digunakan untuk menghasilkan energi nuklir.
Energi nuklir sendiri dihasilkan dari proses fisi dan fusi. Fisi adalah proses pembelahan inti menjadi bagian-bagian yang hampir setara, dan melepaskan energi dan neutron dalam prosesnya. Jika neutron ini ditangkap oleh inti lainnya yang tidak stabil, inti tersebut akan membelah juga, akhirnya memicu reaksi berantai.
Inti atom akan pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil sewaktu proses fisi berlangsung. Pemecahan inti-inti atom tersebut melalui pembenturan unsur Uranium235 atau U235 dengan neutron termik (partikel neutron lambat). Saat partikel neutron termik ini menembus inti Uranium, inti tersebut akan tereksistasi dan menjadi tidak stabil dan akan kehilangan bentuk asalnya. Kemudian inti tersebut berubah bentuk. Perubahan bentuk itu sekarang dinamakan Uranium 236 atau U236. Kemudian masih dalam keadaan tidak stabil, Uranium 236 akan akan membelah menjadi partikel-partikel kecil. Nah, partikel-partikel kecil tersebut diantaranya partikel krypton-92 (92Kr), barium-141 (141Br), dan beberapa neutron bebas serta sejumlah energi lainnya.
Reaksi fisi ini akan terjadi secara kontinyu. Inilah yang lazim disebut reaksi berantai. Dalam reaksi berantai ini neutron-neutron yang telah terpisah atau terhambur dari reaksi fisi sebelumnya berpotensi memicu terjadinya reaksi fisi yang setara dengan reaksi fisi sebelumnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan reaksi fusi ialah penggabungan atau penyatuan dua atau lebih partikel atom untuk mendapatkan jenis atom yang baru. Reaksi fusi ini digolongkan dalam reaksi endotermik (bereaksi dengan memerlukan energi), sedangkan reaksi fisi termasuk reaksi eksotermik yaitu bereaksi dengan melepas energi.

Uranium Mudah Didapat
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk membuat reaksi fisi dibutuhkan uranium 235. Uranium ini sendiri terdapat dalam sejumlah mineral seperti pitchblende, uraninit, karnotit, autunit, uranofan dan tobernit. Juga terdapat pada batuan fosfat, lignit, serta pada pasir monazit.
Uranium juga dapat dibuat dengan cara mereduksi uranium halida dengan logam alkali atau alkali tanah. Cara lainnya dengan cara mereduksi uranium oksida dengan kalsium, aluminum atau karbon pada suhu tinggi. Logam uranium bisa juga dihasilkan dari proses elektrolisis KUF5 atau UF4, yang dilarutkan dalam campuran CaCl2 dan NaCl yang dicairkan.
Uranium memiliki 16 isotop. Setiap isotop tersebut bersifat radioaktif. Uranium di alam memiliki kandungan 238U sebanyak 99.28305%, 235U sebanyak 0.7110%, dan 234Usebanyak 0.0054%. Persentase berat 235U dalam uranium alam bervariasi tergantung sumber mineral.
Bahan bakar nuklir ini diperkirakan berasal dari peluruhan unsur dengan massa atom yang lebih tinggi, yang hanya ada satu kali di bumi atau di alam semesta. Unsur asli ini bahkan ditenggarai merupakan hasil peluruhan yang terjadi pada saat peristiwa Big Bang (ledakan maha dahsyat pada permulaan awal alam semesta) jutaan tahun lalu.
Keunikan uranium ini juga dapat menghasilkan energi yang relatif besar dibanding sumber energi lainnya. Satu pon uranium yang tereaksi fisi secara lengkap, memiliki nilai bahan bakar yang sama dengan batu bara sebanyak 1500 ton lebih.
Jika kesulitan untuk mendapatkan bahan dasar uranium, uranium dalam bentuk siap pakai tersedia di “pasar”. Biasanya Departemen Energi Amerika Serikat membeli uranium dalam bentuk U308 pekat. Jika tak ingin membeli, uranium dapat dibuat sendiri. Caranya dengan mereduksi uranium halida dengan logam alkali atau alkali tanah atau dengan mereduksi uranium oksida dengan kalsium, aluminum atau karbon pada suhu tinggi. Logam ini juga bisa dihasilkan dari proses elektrolisis KUF5 atau UF4, yang dilarutkan dalam campuran CaCl2 dan NaCl yang dicairkan. Sedangkan uranium dengan kemurnian tinggi dapat dibuat dengan penguraian termal senyawa uranium halida dengan filamen panas.

Standar Reaktor Nuklir
Seluruh aktivitas yang bertujuan menghasilkan energi nuklir, baik reaksi fisi maupun reaksi fusi, dilakukan di dalam sebuah tempat khusus. Reaktor nuklir nama tempat tersebut. Reaktor nuklir sendiri adalah suatu tempat yang dirancang khusus untuk aktivitas nuklir. Reaktor nuklir merupakan bagian terpenting dalam mengembangkan energi nuklir. Sebab, nuklir dapat membayakan nyawa manusia dengan radiasi radioaktif yang ditimbulkannya (jika sampai menguap di udara). Oleh karena itu aktivitas nuklir memerlukan tempat khusus yang telah terstandar untuk menjaga keamanan lingkungan hidup.
Sebuah reaktor nuklir paling tidak memiliki empat komponen dasar, yaitu elemen bahan bakar, moderator neutron, batang kendali, dan perisai beton. Beberapa bagian dari reaktor nuklir yang harus diperhatikan ialah jumlah lapisan pelindung reaktor. Reaktor standar nuklir haruslah dilengkapi dengan tujuh lapisan pengaman yaitu penghalang pertama adalah matrik bahan bakar yang berbentuk padat. Ini dimaksudkan agar semua limbah radioaktif tetap terikat pada bahan bakar. Penghalang kedua adalah kelongsong bahan bakar yang dirancang tahan terhadap korosi pada temperatur tinggi dan dibuat dari campuran khusus.
Penghalang ketiga adalah sistem pendingin yang akan melarutkan bahan radioaktif apabila terlepas dari kelongsong. Penghalang keempat adalah perisai beton yang berbentuk kolam sebagai wadah atau penampung air. Penghalang kelima dan keenam adalah sistem pengukung reaktor secara keseluruhan yang terbuat dari pelat baja dan beton setebal dua meter dan kedap udara dan penghalang terakhir adalah jarak, karena umumnya reaktor nuklir dibangun didaerah yang cukup jauh dari pemukiman penduduk.

Energi Alternatif?
Nuklir adalah sumber energi yang unik. Nuklir memiliki “kekuatan” besar untuk menunjang kemudahan hidup manusia. Misalnya saja dalam pemanfaatan tenaga listrik. Energi nuklir yang dihasilkan dipercaya sangat efisien dan ramah lingkungan. Tidak seperti sumber energi lainnya, semisal batu bara dan minyak bumi yang tidak ramah lingkungan.
Richard Rhodes, penulis dari National Geographic, menyatakan bahwa tahun 2005 ada sekitar 440 pembangkit listrik tenaga nuklir yang memasok sekitar 16 persen kebutuhan energi bumi (National Geographic, Agustus 2005: 72).
Negara-negara yang tak memiliki sumber daya alam seperti minyak bumi dan batu bara, dapat mengembangkan energi nuklir ini. Salah satunya Perancis yang hingga saat ini memiliki 59 reaktor nuklir di 20 lokasi. Reaktor pertama negara yang terkenal dengan menara Eifel itu, beroperasi mulai tahun 1974.
Tahun 2008, ada sekitar delapan negara yang memanfaatkan nuklir sebagai sumber energi. Diantaranya korea selatan (20 reaktor), Jepang (55 reaktor), Amerika serikat (104 reaktor), rusia (31 reaktor), inggris (19 reaktor), india (17 reaktor), dan China (11 reaktor).
Pemanfaatan energi nuklir ini ditenggarai mampu menggantikan energi alam yang mulai habis. Sebab, pemanfaatan energi fossil yang tak terkendali sepanjang 500 tahun belakangan, membuat persediaan energi tersebut makin menipis.
Atas dasar pertimbangan itulah bangasa di dunia ini memilih untuk memanfaatkan nuklir sebagai energi alternatif yang dianggap mampu menggantikan energi alam yang hampir habis.
Selain untuk keperluan bidang industri, kedokteran dan bidang pertanian, perkembangan teknologi nuklir ini sebagian besar dimanfaatkan untuk dua hal. Pertama, dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik. Kedua, digunakan untuk keperluan pertahanan negara (keperluan pembuatan senjata).

Nuklir Sebagai Energi Listrik
Efektif dan efisien adalah dua kata sakti modernisme yang identik dengan perkembangan sains dan teknologi. Kata sakti ini tak hanya berlaku bagi pembangunan fisik peradaban modern. Tapi juga berlaku bagi “ideologi” manusia modern saat ini. Pikiran manusia pun terpengaruh. Gaya hidup yang instan membuat manusia mulai melupakan kemandirian dirinya sendiri. Saat ini, hampir semua kebutuhan manusia ditopang oleh teknologi. Manusia bergantung pada teknologi. Tak hanya dalam masalah pembangunan, pekerjaan ataupun pendidikan, namun juga merasuki pada kebutuhan energi yang semakin hari semakin meningkat, seiring bertambahnya jumlah manusia di bumi ini.
Nah, kebutuhan akan energi yang besar inilah mendorong manusia selalu mencari dan memperbarui energi yang ada di bumi. Salah satunya ialah penggunaan energi nuklir untuk pembangkit tenaga listrik.
Pemanfaatan energi nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik hampir sama mekanisme kerjanya dengan sistem pembangkit listrik tenaga uap. Sebab, uap lah yang dimanfaatkan oleh panas yang ditimbulkan reaksi fisi dalam reaktor untuk menggerakkan turbin pembangkit daya listrik.
Secara sederhana, reaksi fisi (pembelahan) yang tak terhingga dari inti nuklir menimbulkan panas berkekuatan tinggi. Panas tersebut digunakan untuk memanaskan sejumlah air dalam tabung. Kemudian dari energi panas yang dihantarkan tersebut membuat air menguap. Uap air inilah yang dimanfaatkan untuk menggerakan turbin, yang nantinya mampu menghidupkan generator pembangkit listrik.
Jadi, penggunaan energi nuklir pada pembangkit tenaga listrik nuklir (PLTN) terjadi secara tidak langsung. Energi nuklir hanya bertugas menimbulkan panas, dimana panas tersebutlah yang dimanfaatkan untuk menguapkan air yang mampu menggerakkan sebuah turbin.
Sistem pembangkit listrik seperti ini dinilai oleh sebagian besar ilmuwan nuklir sebagai sistem pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Beberapa kelebihan PLTN ialah: Relatif bersih dari polusi rumah kaca sebagai penyebab Global Warming; Nuklir sebagai energi cukup besar; persediaan bahan baku relatif cukup dan stabil; teknologinya semakin teruji, handal dan harga jual listriknya murah.
Oleh karena itu, sistem PLTN ini dinilai ekonomis dibandingkan sistem pembangkit listrik lainnya. Sehingga tak heran banyak negara yang berminat untuk mengembangkan nuklir sebagai tenaga listrik.
Berdasarkan data dari World Nuclear Association per 1 Februari 2010, jumlah PLTN didunia sudah mencapai 463 unit yang beroperasi. Sedangkan 53 unit masih dalam tahap pembangunan, serta 142 unit lainnya dalam tahap perencanaan. Bahkan di Rusia dan Prancis telah memanfaatkan nuklir sebagai pemenuhan kebutuhan listrik hingga 75 persen.

Penggunaan Nuklir Pada Senjata
Selain untuk kepentingan damai—sebutan untuk pemakaian nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik--, nuklir jaga dapat digunakan untuk membuat bom berkekuatan besar.
Untuk membuat sebuah senjata nuklir, diperlukan uranium tertentu atau biasa disebut dengan plutonium 239. Unsur uranium yang dibutuhkan untuk membuat sebuah bom nuklir ialah unsur U235. Namun, unsur ini hanya ada sekitar 0,7 persen dari bahan dasar uranium. Selebihnya unsur yang terkandung dalam bahan uranium adalah U238. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan dasar uranium yang banyak untuk memperoleh jenis U235 ini. Untuk menghasilkan plutonium seberat 6 kilogram, dibutuhkan 20 sampai 50 kilogram uranuim.
Mengapa uranium 238 tak bisa dijadikan sebagai bahan peledak? Seperti yang diketahui bahwa Isotop Uranium 238 amat sulit memecah diri. Sehingga tidak cocok jika dipakai sebagai elemen bakar atom maupun bom atom.
Setelah unsur plutonium 239 diproduksi, maka diperlukan sebuah tabung silinder yang juga terbuat dari uranium. Tabung tersebut digunakan untuk menempatkan plutonium.
Dalam proses ledakan, sebuah detonator yang terdiri dari bahan peledak kimia, memicu terlampauinya massa kritis dari elemen bakar atom di dalam tabung Uranium. Plutonium kemudian akan mengalami reaksi berantai hingga empat reaksi berikutnya setelah reaksi fissi pertama terjadi. Sebuah Bom Atom memerlukan waktu kurang dari 1/100.000 detik untuk melakukan pembelahan inti dalam jumlah besar. Sehingga bisa dikatakan, kecepatan ledaknya terjadi dalam rentang waktu yang sangat cepat.
Selain itu, daya ledak Bom Atom ini dinilai sangat besar, setelah Bom Hidrogen. Bom atom generasi awal yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki (1945), memiliki daya ledak sekitar 20.000 ton TNT.

Lima Zona Ledakan Bom Nuklir
Seperti yang ditulis Robert Cromie (1856-1907) Dalam The Krack of Doom, ia menulis tentang senjata yang menggunakan energi atom. Tak tanggung tanggung, faktor resikonya atau ledakannya senjata ini ditenggarai mampu memusnahkan benda apapun yang ada di radius dua kilometer persegi tanah.
Secara umum, senjata nuklir (Bom Atom, Bom Hidrogen, dsb) yang pernah ada memiliki daya ledak yang sangat kuat dibanding senjata apapun. Dalam satu ledakan bom nuklir, jumlah energi yang besar terlepas dalam beberapa bentuk, yaitu 40 - 60 persen menjadi ledakan, 30 - 50 persen menjadi radiasi panas, 50 persen menjadi radiasi ionisasi, dan 5 - 10 persen menjadi debu sisa radioaktif.
Daya ledak yang kuat itu dapat diklasifisaksikan dalam lima zona rusak. Zona pertama, semua materi yang ada, lenyap menjadi uap. 98% tingkat fatalitas, tekanan lebih dari 25 psi dan kecepatan angin sekitar 320 mph. Zona kedua, kerusakan total. 90% fatalitas, tekanan lebih dari 17 psi dan kecepatan angin 290 mph. Zona ketiga, kerusakan dahsyat. Bangunan-bangunan besar seperti pabrik, gedung-gedung, jalan tol, jembatan dan lain-lain roboh berkeping-keping. Tingkat fatalitas 65%. 30% luka-luka, tekanan 9 psi & kecepatan angin 260 mph. Zona keempat, kerusakan panas tinggi. Semua materi terbakar. Penduduk kesesakan nafas karena oksigen disedot oleh pembakaran. Tingkat fatalitas 50%. 45% luka-luka. Zona kelima, kerusakan yang disebabkan angin dan api dari ledakan. Rumah penduduk rusak. Berpotensi melempar tubuh manusia. Diperkirakan pada zona kelima ini 15% dari korban meninggal dunia, dan 50% lainnya luka-luka. Tekanan 5 psi & kecepatan angin 98 mph (kaskus.us).
Seperti yang ditulis oleh Ismail, S.T.Alumni Fisika Teori Institut Teknologi Bandung dalam makalahnya, bahwa Energi awal sebuah ledakan nuklir dilepaskan dalam bentuk radiasi sinar gamma dan partikel neutron. Radiasi ini diserap material di sekeliling bom hingga memanaskan material-material tersebut dan membakarnya untuk membentuk bola api rakasasa dalam rentang waktu sepersejuta detik.
Oleh karena suhu ledakan sangat tinggi (hingga 300 juta derajat Celsius). Semua material di dalam bola api akan berubah wujud menjadi gas dan menciptakan suatu perbedaan tekanan yang tinggi yang pada akhirnya membentuk gelombang kejut. Gelombang kejut ini dapat menjalar hingga belasan kilometer dan menghancurkan apapun yang dilewatinya.
Selain dari jalaran gelombang kejut, ledakan nuklir juga menjalarkan panas yang dapat membakar apapun yang dapat terbakar saat dilewatinya. Di Hiroshima jalaran panas ini berlangsung selama 20 menit dan menghancurkan gedung serta rumah-rumah yang dilewatinya.
Efek lainnya dari ledakan senjata nuklir dapat merusak benda-benda elektronik. Radiasi sinar gamma yang dihasilkan dari sebuah ledakan nuklir menabrak partikel atmosfer sehingga menciptakan elektron berenergi tinggi. Elektron ini tertangkap oleh medan magnetik bumi dan menciptakan pulsa elekrtomagnetik. Pulsa inilah yang berpotensi menimbulkan tegangan tinggi pada kabel-kabel listrik dan menghancurkan peralatan elektronik. Selain itu, udara yang terionisasi dapat menggangu lalu-lintas gelombang radio. Efek ini bisa terjadi dalam skala luas, radius ledakannya ditenggarai mampu berpengaruh hingga skala benua.

Bencana di Chernobyl
Nuklir sebagai perkembangan teknologi telah memberikan manusia beberapa kemudahan. Kemudahan dalam menunjang perkembangan sebagai penyedia energi alam (yang saat ini dinilai) ramah lingkungan, sekaligus kemudahan untuk memusnahkan manusia.
Selain keunggulannya, PLTN juga memiliki resiko yang tak kalah hebat untuk mencabut nyawa manusia secara perlahan-lahan. Tak hanya mencabut nyawa manusia, bencana yang diakibatkan jika terjadi kerusakan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dapat “menghilangkan” rumah penduduk, lingkungan, bahkan kota yang telah dibangun oleh manusia.
Jika bencana lumpur Lapindo “hanya” menghilangkan rumah-rumah penduduk sekitarnya selama menyemburnya lumpur, PLTN mampu “menghilangkan” rumah penduduk beserta kota selama ribuan tahun.
Sejarah mencatat, bagaimana dampak tragedi nuklir dengan meledaknya PLTN di Ukraina pada tahun1986 dan tragedi pengeboman Hiroshima-Nagasaki oleh Amerika Serikat tahun 1945.
Seperti yang ditulis dalam web achthungpanzer.blogspot.com pada 26 April 1986 pukul 1.24 dini hari, unit 4 Pembangkit Tenaga nuklir Chernobyl meledak. Terjadi dua kali ledakan sangat besar dalam waktu 3 detik, yang telah meruntuhkan atap gedung. Gas radioaktif, reruntuhan bangunan, dan material berasal dari dalam gedung reaktor, terlempar ke udara setinggi dua per tiga mil (1 km). Potongan serpihan bahan bakar reaktor yang sangat panas beterbangan di udara dan jatuh dalam jarak nyaris mencapai 1 mil (1,6 km) jauhnya, menyulut kebakaran radioaktif yang menerangi wilayah itu.
Dua orang petugas PLTN Chernobyl langsung meninggal saat terjadi ledakan. Sebanyak 350.000 likuidator yang terlibat dalam proses pembersihan daerah PLTN, serta 5 juta orang yang saat itu tinggal di Belarusia, Ukraina, dan Rusia, terkena kontaminasi zat radioaktif. Perlu diketahui, bahwa radiasi dari radioaktif yang ditimbulkan oleh ledakan nuklir bisa mencapai radius 300 KM dari pusat ledakan.

Merusak Gen
Tragedi meledaknya PLTN di Chernobyl, Ukraina, merupakan catatan hitam bagi nuklir. Selain pemanfaatan nuklir yang dinilai “ramah” lingkungan, dampak negatif nuklir bagi manusia sangatlah berbahaya dan berakibat fatal. Belum ada yang dapat menggantikan (dampak) nuklir sebagai “wabah” paling mematikan hingga saat ini.
Peristiwa 26 April 1986 di Chernobyl telah membuktikan pada kita bahwa nuklir bukanlah “sahabat” yang baik ketika terjadi kesalahan dalam penangananya. Kesalahan yang terjadi pada Reaktor nuklir sangat membahayakan dan mengancam keselamatan manusia. Jika terjadi ledakan pada reaktor nuklir, dan materi-materi nuklir seperti plutonium menyembur ke udara, maka akan terjadi radiasi. Jenis radiasi yang diakibatkan oleh reaktor nuklir ini ada dua. Pertama, radiasi langsung, yaitu radiasi yang terjadi bila radio aktif yang dipancarkan mengenai langsung kulit atau tubuh manusia. Kedua, radiasi tak langsung. Radiasi tak langsung adalah radiasi yang terjadi lewat makanan dan minuman yang tercemar zat radio aktif, baik melalui udara, air, maupun media lainnya.
Radiasi langsung maupun tak langsung tersebut akan mempengaruhi fungsi organ tubuh melalui sel-sel pembentukannya. Plutonium yang keluar dan yang tersebar di udara pasca meledaknya PLTN di Chernobyl secara terus menerus mengeluarkan zat radioaktif. Radiasi zat radioaktif ini mampu masuk ke sumsum tulang, kemudian memutasi gen dalam tubuh manusia.
Pada prinsipnya, ada tiga pengaruh radiasi pada sel. Pertama, sel akan mati. Kedua, terjadi penggandaan sel, pada akhirnya dapat menimbulkan kanker, dan ketiga, kerusakan pada sel telur atau testis, yang akan menyebabkan kelahiran bayi-bayi cacat.
Akibatnya, pada 1992-2002 tercatat 4.000 kasus kanker kelenjar gondok di Belarusia, Ukraina, dan Rusia pada anak-anak dan remaja 0-18 tahun, termasuk 3.000 orang yang berusia 0-14 tahun. Selama perawatan, mereka yang terjangkit kanker, di Belarusia meninggal delapan anak, dan di Rusia seorang anak.
Kemudian memasuki 2006, 56 orang diberitakan meninggal dunia. Dan dari populasi 600.000 orang yang terjangkit radiasi nuklir, 4.000 orang diantaranya meninggal dunia akibat kanker. Tak ketinggalan dengan kasus-kasus kelahiran bayi cacat atau kelainan genetik. Disamping itu, radiasi ini juga berpotensi menyebabkan katarak, kebotakan, dan kemandulan
Tak hanya merenggut nyawa manusia, radiasi nuklir yang terjadi di Chernobyl memaksa seluruh penduduknya keluar dari kota tersebut. Mulai 1986 hingga tahun 241986 Chernobyl tak dapat ditinggali. Pasalnya, selama 240.000 tahun pasca meledaknya reaktor nuklir, plutonium akan terus mengeluarkan radiasi radioaktif. Salah satu kota pecahan Uni Soviet itu kini hanya dapat diabadikan dalam foto dan dijadikan objek wisata.

Nuklir di Hiroshima dan Nagasaki
Sejarah kelam nuklir juga terjadi pada tahun 1945. Ketika senjata nuklir berupa bom atom pertama kali digunakan oleh Amerika untuk meluluhlantakan Jepang pada perang Dunia II. Puluhan ribu warga Hiroshima dan Nagasaki tewas seketika sesaat setelah pengeboman. Hingga penghujung 1945, jumlah korban bom berkekuatan 2.000 ton TNT ini mencapai 74.000 jiwa. Setengah dari korban yang tewas di Hiroshima dan Nagasaki meninggal dua hingga lima tahun setelah ledakan nuklir akibat radiasi.
Sedangkan puluhan ribu korban lainnya tewas akibat leukemia, kanker, muntah-muntah, dan diare akibat radiasi bahan radioaktif dari 50% ledakan bahan bom nuklir. Gejala radiasi ini sama dengan gejala radiasi korban ledakan PLTN di Chernobyl.
Tak hanya bencana Hiroshima, Nagasaki dan Chernobyl. Sebenarnya ”korban” nuklir ini telah terjadi sejak Marie dan Pierre Curie mengisolasi logam radioaktif disebut radium. Pierre Currie meninggal saat meneliti unsur radioaktif tersebut.
Kasus lainnya ialah pada saat Amerika Serikat melakukan percobaan peledakan bom Hidrogen --bom nuklir yang memanfaatkan reaksi fisi dan reaksi fusi sekaligus-- Castle Bravo di pulau Marshall. Akibat salah perhitungan, daya ledak bom tersebut melebihi perkiraan. Seperti biasa, plutonium yang ada dalam bom tersebut langsung memproduksi radiasi radioaktif. Mau tak mau warga Pulau Marshall harus rela meninggalkan kampung halaman dengan warisan radiasi di tubuh mereka. Pasca peristiwa itu, sebagian besar penduduk pulau Marshall terjangkit kanker, sedangkan dan para wanitanya melahirkan bayi-bayi cacat.

Bencana hasil ”rekayasa” nuklir
Lain ceritanya di Irak dan Afganistan. Jika di hiroshima dan Nagasaki penjatuhan bom nuklir disengaja demi kepentingan perang, di Irak kematian manusia lebih disebabkan oleh asumsi keberadaan senjata nuklir. Atau yang dikenal dengan sebutan senjata pemusnah massa.
Cukup dengan modal tudingan itu, selama 7 tahun invansi, korban jiwa di Irak melebihi angka satu juta orang. Jumlah ini melebihi korban nuklir –di Cherrnobyl, Hiroshima, Nagasaki ditambah korban nuklir di Pulau Marshall-- yang pernah terjadi sebelumnya.
Ironisnya, tudingan ini tak terbukti. Senjata pemusnah massa yang dimaksudkan ternyata tak pernah ada di Irak. Namun, lebih dari satu jiwa orang telah melayang sia-sia. Tak hanya itu, pemerintah Amerika yang getol mencari senjata nuklir di Irak malah menggunakan bahan nuklir jenis lainnya pada saat perang melawan warga Irak dan Afganistan.
Seperti yang diberitakan oleh situs majalah.hidaytullah.com, tentara Amerika pada saat perang tersebut menggunakan bahan nuklir Depleted Uranium. Depleted uranium (DU) adalah zat yang mengandung radioaktif atau racun. Istilah “depleted” mengacu pada isotop U-235 yang terdeplesi. DU merupakan sampah nuklir dari proses pengayaan uranium isotop U-238 dan isotop U-236.
Zat beracun ini lebih berat dari timbal, jauh lebih keras dari baja, dan mampu membakar dengan suhu yang sangat tinggi. Depleted Uranium juga tak kalah hebatnya dengan bom atom. Zat nuklir ini dapat menyebarkan wabah kanker serta mampu membuat bayi-bayi terlahir cacat. Sama persis dengan dampak ledakan PLTN di Chernobyl dan Bom nuklir di Hiroshima-Nagasaki.[]