Selasa, 28 Desember 2010

Features orang # 2

Hikayat Nuklir
Oleh: Hendri Mahendra

Melihat nuklir sebagai kekayaan alam bermanfaat sekaligus sebagai penuai bencana

Terhitung sejak abad 19 hingga sekarang, peradaban manusia mengalami perubahan dasyat. Saat ini, bisa dibilang manusia sedang memasuki puncak peradapan modern, dimana semua kemudahan hidup tersedia.
Perubahan dasyat ini bukannya terjadi begitu saja. Proses panjang perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologilah yang berjasa atas segala kemudahan yang diterima manusia saat ini.
Ciri khas peradaban modern ini ditandai dengan penaklukan alam oleh manusia. Kekayaan alam dimodifikasi dan dimanfaatkan untuk keperluan penelitian demi menghasilkan teknologi baru.
Keberhasilan pun tercapai. Perkembangan teknologi mendominasi kehidupan manusia. Konsekuensinya, tak ada yang tak dapat dijangkau manusia dengan teknologi. Ruang dan waktu ditaklukkan. Jarak di”bunuh”. Penaklukan alam fisik secara besar-besaran digencarkan. Untuk sementara, manusia berjaya atas alam.
Sejak memasuki abad teknologi yang memberikan kemudahan ini, manusia memasuki tahap positif. Atau yang biasa disebut para penganut paham Positivisme sebagai tahap perkembangan kemampuan manusia yang diukur dari validitas keilmiahan dan kelogisan.
Tak heran, puncak peradaban ini begitu diagung-agungkan oleh pendewa teknologi dan sains. Namun, segala sesuatu yang “berkekuatan” besar, juga memiliki resiko besar pula. Manfaat besar yang diperoleh kemajuan teknologi itu, ternyata diiringi pula oleh “bencana” yang besar pula.
Disamping ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat, permasalahan dalam peradaban manusia juga menyisakan “sampah” dan “kotoran” teknologi. Tak hanya itu, pembangunan yang juga menjadi tanda peradaban modern perkembangan teknologi juga tak kalah dasyatnya: membuat jurang ketimpangan sosial yang lebar di masyarakat dunia.
Perkembangan zaman teknologi ini selalu berparodi. Antara kemudahan dan kesusahan yang ditimbulkannya. Perkembangan zaman yang makin memudahkan kehidupan, menuntut “balasan” yang setimpal. Di indonesia misalnya. Perkembangan teknologi gas LPG yang memudahkan masyarakat dalam hal masak-memasak, menuai bencana yang tak kalah besar dengan manfaatnya.
Penggunaan gas LPG yang efisien, juga ikut meng-efisien-kan nyawa manusia. Kerusakan dan kerugian akibat ledakan tabung gas juga cukup fantasatis. Tercatat sejak tahun 2008 hingga 2010 korban yang tewas akibat ledakan gas LPG sebanyak 27 orang, luka-luka 80 orang. Sedangkan kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan mencapai 342 kasus dengan rincian: 84 rumah rusak, 239 rumah terbakar dan 19 kendaraan rusak (Olahan dari data litbang Kompas 24 Juni 2010).
Perkembangan teknologi mampu menyentuh partikel terbesar hingga terkecil yang ada di bumi. Unsur-unsur terkecil dari sebuah molekul (bagian terkecil dari benda-benda yang memiliki sifat-sifat fisik dan kimia) berhasil ditemukan, kemudian dikembangkan. Partikel molekul terkecil ini kemudian dikenal dengan sebutan Atom.
Atom terdiri dari dua bagian. Bagian kulit dan bagian inti. Bagian kulit disebut elektron, dan bagian inti disebut nuklir. Hanya nuklir yang memiliki massa. Sedangkan Elektron tidak (massa=0).
Nuklir yang merupakan inti atom juga memiliki partikel. Yakni proton dan neutron. Didalam proton dan neutron ada partikel yang lebih kecil lagi, disebut Quark. Proton dan neutron masing-masing memiliki massa 1 sma (1,7x 10-27 Kg). Sehingga dapat dikatakan bahwa massa atom terpusat didalam inti yang meliputi 99,975% total massa atom.

Awal Mula Nuklir “Ditemukan”
Sejak Democritus (460 SM–370 SM) “menemukan” Atom, pengembangan dan “modifikasi” Atom mengalami perubahan besar hingga saat ini. Ekplorasi teknologi atom ini sudah ditemukan pada penghujung abad 19. Ketika Antoine Henri Becquerel menemukan radioaktivitas uranium.
Kemudian memasuki awal abad 20 Marie dan Pierre Curie melakukan percobaan dengan cara mengisolasi logam radioaktif disebut radium. Hingga pada tahun 1938 seorang ahli Kimia Jerman Otto Hahn dan Fritz Strassmann membelah atom Uranium menjadi dua bagian yang sama dengan penembakan neutron.
Sebagai hasilnya, Lise Meitner—ahli Fisika Austria—dengan keponakannya Otto Robert Fisch, menjelaskan proses fisi nuklir pada tahun 1939. Dari hasil eksperimen itulah yang dijadikan dasar bagi konsep pelepasan energi atom hingga saat ini. Temuan mutakhir ini kemudian digunakan untuk menghasilkan energi nuklir.
Energi nuklir sendiri dihasilkan dari proses fisi dan fusi. Fisi adalah proses pembelahan inti menjadi bagian-bagian yang hampir setara, dan melepaskan energi dan neutron dalam prosesnya. Jika neutron ini ditangkap oleh inti lainnya yang tidak stabil, inti tersebut akan membelah juga, akhirnya memicu reaksi berantai.
Inti atom akan pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil sewaktu proses fisi berlangsung. Pemecahan inti-inti atom tersebut melalui pembenturan unsur Uranium235 atau U235 dengan neutron termik (partikel neutron lambat). Saat partikel neutron termik ini menembus inti Uranium, inti tersebut akan tereksistasi dan menjadi tidak stabil dan akan kehilangan bentuk asalnya. Kemudian inti tersebut berubah bentuk. Perubahan bentuk itu sekarang dinamakan Uranium 236 atau U236. Kemudian masih dalam keadaan tidak stabil, Uranium 236 akan akan membelah menjadi partikel-partikel kecil. Nah, partikel-partikel kecil tersebut diantaranya partikel krypton-92 (92Kr), barium-141 (141Br), dan beberapa neutron bebas serta sejumlah energi lainnya.
Reaksi fisi ini akan terjadi secara kontinyu. Inilah yang lazim disebut reaksi berantai. Dalam reaksi berantai ini neutron-neutron yang telah terpisah atau terhambur dari reaksi fisi sebelumnya berpotensi memicu terjadinya reaksi fisi yang setara dengan reaksi fisi sebelumnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan reaksi fusi ialah penggabungan atau penyatuan dua atau lebih partikel atom untuk mendapatkan jenis atom yang baru. Reaksi fusi ini digolongkan dalam reaksi endotermik (bereaksi dengan memerlukan energi), sedangkan reaksi fisi termasuk reaksi eksotermik yaitu bereaksi dengan melepas energi.

Uranium Mudah Didapat
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk membuat reaksi fisi dibutuhkan uranium 235. Uranium ini sendiri terdapat dalam sejumlah mineral seperti pitchblende, uraninit, karnotit, autunit, uranofan dan tobernit. Juga terdapat pada batuan fosfat, lignit, serta pada pasir monazit.
Uranium juga dapat dibuat dengan cara mereduksi uranium halida dengan logam alkali atau alkali tanah. Cara lainnya dengan cara mereduksi uranium oksida dengan kalsium, aluminum atau karbon pada suhu tinggi. Logam uranium bisa juga dihasilkan dari proses elektrolisis KUF5 atau UF4, yang dilarutkan dalam campuran CaCl2 dan NaCl yang dicairkan.
Uranium memiliki 16 isotop. Setiap isotop tersebut bersifat radioaktif. Uranium di alam memiliki kandungan 238U sebanyak 99.28305%, 235U sebanyak 0.7110%, dan 234Usebanyak 0.0054%. Persentase berat 235U dalam uranium alam bervariasi tergantung sumber mineral.
Bahan bakar nuklir ini diperkirakan berasal dari peluruhan unsur dengan massa atom yang lebih tinggi, yang hanya ada satu kali di bumi atau di alam semesta. Unsur asli ini bahkan ditenggarai merupakan hasil peluruhan yang terjadi pada saat peristiwa Big Bang (ledakan maha dahsyat pada permulaan awal alam semesta) jutaan tahun lalu.
Keunikan uranium ini juga dapat menghasilkan energi yang relatif besar dibanding sumber energi lainnya. Satu pon uranium yang tereaksi fisi secara lengkap, memiliki nilai bahan bakar yang sama dengan batu bara sebanyak 1500 ton lebih.
Jika kesulitan untuk mendapatkan bahan dasar uranium, uranium dalam bentuk siap pakai tersedia di “pasar”. Biasanya Departemen Energi Amerika Serikat membeli uranium dalam bentuk U308 pekat. Jika tak ingin membeli, uranium dapat dibuat sendiri. Caranya dengan mereduksi uranium halida dengan logam alkali atau alkali tanah atau dengan mereduksi uranium oksida dengan kalsium, aluminum atau karbon pada suhu tinggi. Logam ini juga bisa dihasilkan dari proses elektrolisis KUF5 atau UF4, yang dilarutkan dalam campuran CaCl2 dan NaCl yang dicairkan. Sedangkan uranium dengan kemurnian tinggi dapat dibuat dengan penguraian termal senyawa uranium halida dengan filamen panas.

Standar Reaktor Nuklir
Seluruh aktivitas yang bertujuan menghasilkan energi nuklir, baik reaksi fisi maupun reaksi fusi, dilakukan di dalam sebuah tempat khusus. Reaktor nuklir nama tempat tersebut. Reaktor nuklir sendiri adalah suatu tempat yang dirancang khusus untuk aktivitas nuklir. Reaktor nuklir merupakan bagian terpenting dalam mengembangkan energi nuklir. Sebab, nuklir dapat membayakan nyawa manusia dengan radiasi radioaktif yang ditimbulkannya (jika sampai menguap di udara). Oleh karena itu aktivitas nuklir memerlukan tempat khusus yang telah terstandar untuk menjaga keamanan lingkungan hidup.
Sebuah reaktor nuklir paling tidak memiliki empat komponen dasar, yaitu elemen bahan bakar, moderator neutron, batang kendali, dan perisai beton. Beberapa bagian dari reaktor nuklir yang harus diperhatikan ialah jumlah lapisan pelindung reaktor. Reaktor standar nuklir haruslah dilengkapi dengan tujuh lapisan pengaman yaitu penghalang pertama adalah matrik bahan bakar yang berbentuk padat. Ini dimaksudkan agar semua limbah radioaktif tetap terikat pada bahan bakar. Penghalang kedua adalah kelongsong bahan bakar yang dirancang tahan terhadap korosi pada temperatur tinggi dan dibuat dari campuran khusus.
Penghalang ketiga adalah sistem pendingin yang akan melarutkan bahan radioaktif apabila terlepas dari kelongsong. Penghalang keempat adalah perisai beton yang berbentuk kolam sebagai wadah atau penampung air. Penghalang kelima dan keenam adalah sistem pengukung reaktor secara keseluruhan yang terbuat dari pelat baja dan beton setebal dua meter dan kedap udara dan penghalang terakhir adalah jarak, karena umumnya reaktor nuklir dibangun didaerah yang cukup jauh dari pemukiman penduduk.

Energi Alternatif?
Nuklir adalah sumber energi yang unik. Nuklir memiliki “kekuatan” besar untuk menunjang kemudahan hidup manusia. Misalnya saja dalam pemanfaatan tenaga listrik. Energi nuklir yang dihasilkan dipercaya sangat efisien dan ramah lingkungan. Tidak seperti sumber energi lainnya, semisal batu bara dan minyak bumi yang tidak ramah lingkungan.
Richard Rhodes, penulis dari National Geographic, menyatakan bahwa tahun 2005 ada sekitar 440 pembangkit listrik tenaga nuklir yang memasok sekitar 16 persen kebutuhan energi bumi (National Geographic, Agustus 2005: 72).
Negara-negara yang tak memiliki sumber daya alam seperti minyak bumi dan batu bara, dapat mengembangkan energi nuklir ini. Salah satunya Perancis yang hingga saat ini memiliki 59 reaktor nuklir di 20 lokasi. Reaktor pertama negara yang terkenal dengan menara Eifel itu, beroperasi mulai tahun 1974.
Tahun 2008, ada sekitar delapan negara yang memanfaatkan nuklir sebagai sumber energi. Diantaranya korea selatan (20 reaktor), Jepang (55 reaktor), Amerika serikat (104 reaktor), rusia (31 reaktor), inggris (19 reaktor), india (17 reaktor), dan China (11 reaktor).
Pemanfaatan energi nuklir ini ditenggarai mampu menggantikan energi alam yang mulai habis. Sebab, pemanfaatan energi fossil yang tak terkendali sepanjang 500 tahun belakangan, membuat persediaan energi tersebut makin menipis.
Atas dasar pertimbangan itulah bangasa di dunia ini memilih untuk memanfaatkan nuklir sebagai energi alternatif yang dianggap mampu menggantikan energi alam yang hampir habis.
Selain untuk keperluan bidang industri, kedokteran dan bidang pertanian, perkembangan teknologi nuklir ini sebagian besar dimanfaatkan untuk dua hal. Pertama, dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik. Kedua, digunakan untuk keperluan pertahanan negara (keperluan pembuatan senjata).

Nuklir Sebagai Energi Listrik
Efektif dan efisien adalah dua kata sakti modernisme yang identik dengan perkembangan sains dan teknologi. Kata sakti ini tak hanya berlaku bagi pembangunan fisik peradaban modern. Tapi juga berlaku bagi “ideologi” manusia modern saat ini. Pikiran manusia pun terpengaruh. Gaya hidup yang instan membuat manusia mulai melupakan kemandirian dirinya sendiri. Saat ini, hampir semua kebutuhan manusia ditopang oleh teknologi. Manusia bergantung pada teknologi. Tak hanya dalam masalah pembangunan, pekerjaan ataupun pendidikan, namun juga merasuki pada kebutuhan energi yang semakin hari semakin meningkat, seiring bertambahnya jumlah manusia di bumi ini.
Nah, kebutuhan akan energi yang besar inilah mendorong manusia selalu mencari dan memperbarui energi yang ada di bumi. Salah satunya ialah penggunaan energi nuklir untuk pembangkit tenaga listrik.
Pemanfaatan energi nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik hampir sama mekanisme kerjanya dengan sistem pembangkit listrik tenaga uap. Sebab, uap lah yang dimanfaatkan oleh panas yang ditimbulkan reaksi fisi dalam reaktor untuk menggerakkan turbin pembangkit daya listrik.
Secara sederhana, reaksi fisi (pembelahan) yang tak terhingga dari inti nuklir menimbulkan panas berkekuatan tinggi. Panas tersebut digunakan untuk memanaskan sejumlah air dalam tabung. Kemudian dari energi panas yang dihantarkan tersebut membuat air menguap. Uap air inilah yang dimanfaatkan untuk menggerakan turbin, yang nantinya mampu menghidupkan generator pembangkit listrik.
Jadi, penggunaan energi nuklir pada pembangkit tenaga listrik nuklir (PLTN) terjadi secara tidak langsung. Energi nuklir hanya bertugas menimbulkan panas, dimana panas tersebutlah yang dimanfaatkan untuk menguapkan air yang mampu menggerakkan sebuah turbin.
Sistem pembangkit listrik seperti ini dinilai oleh sebagian besar ilmuwan nuklir sebagai sistem pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Beberapa kelebihan PLTN ialah: Relatif bersih dari polusi rumah kaca sebagai penyebab Global Warming; Nuklir sebagai energi cukup besar; persediaan bahan baku relatif cukup dan stabil; teknologinya semakin teruji, handal dan harga jual listriknya murah.
Oleh karena itu, sistem PLTN ini dinilai ekonomis dibandingkan sistem pembangkit listrik lainnya. Sehingga tak heran banyak negara yang berminat untuk mengembangkan nuklir sebagai tenaga listrik.
Berdasarkan data dari World Nuclear Association per 1 Februari 2010, jumlah PLTN didunia sudah mencapai 463 unit yang beroperasi. Sedangkan 53 unit masih dalam tahap pembangunan, serta 142 unit lainnya dalam tahap perencanaan. Bahkan di Rusia dan Prancis telah memanfaatkan nuklir sebagai pemenuhan kebutuhan listrik hingga 75 persen.

Penggunaan Nuklir Pada Senjata
Selain untuk kepentingan damai—sebutan untuk pemakaian nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik--, nuklir jaga dapat digunakan untuk membuat bom berkekuatan besar.
Untuk membuat sebuah senjata nuklir, diperlukan uranium tertentu atau biasa disebut dengan plutonium 239. Unsur uranium yang dibutuhkan untuk membuat sebuah bom nuklir ialah unsur U235. Namun, unsur ini hanya ada sekitar 0,7 persen dari bahan dasar uranium. Selebihnya unsur yang terkandung dalam bahan uranium adalah U238. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan dasar uranium yang banyak untuk memperoleh jenis U235 ini. Untuk menghasilkan plutonium seberat 6 kilogram, dibutuhkan 20 sampai 50 kilogram uranuim.
Mengapa uranium 238 tak bisa dijadikan sebagai bahan peledak? Seperti yang diketahui bahwa Isotop Uranium 238 amat sulit memecah diri. Sehingga tidak cocok jika dipakai sebagai elemen bakar atom maupun bom atom.
Setelah unsur plutonium 239 diproduksi, maka diperlukan sebuah tabung silinder yang juga terbuat dari uranium. Tabung tersebut digunakan untuk menempatkan plutonium.
Dalam proses ledakan, sebuah detonator yang terdiri dari bahan peledak kimia, memicu terlampauinya massa kritis dari elemen bakar atom di dalam tabung Uranium. Plutonium kemudian akan mengalami reaksi berantai hingga empat reaksi berikutnya setelah reaksi fissi pertama terjadi. Sebuah Bom Atom memerlukan waktu kurang dari 1/100.000 detik untuk melakukan pembelahan inti dalam jumlah besar. Sehingga bisa dikatakan, kecepatan ledaknya terjadi dalam rentang waktu yang sangat cepat.
Selain itu, daya ledak Bom Atom ini dinilai sangat besar, setelah Bom Hidrogen. Bom atom generasi awal yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki (1945), memiliki daya ledak sekitar 20.000 ton TNT.

Lima Zona Ledakan Bom Nuklir
Seperti yang ditulis Robert Cromie (1856-1907) Dalam The Krack of Doom, ia menulis tentang senjata yang menggunakan energi atom. Tak tanggung tanggung, faktor resikonya atau ledakannya senjata ini ditenggarai mampu memusnahkan benda apapun yang ada di radius dua kilometer persegi tanah.
Secara umum, senjata nuklir (Bom Atom, Bom Hidrogen, dsb) yang pernah ada memiliki daya ledak yang sangat kuat dibanding senjata apapun. Dalam satu ledakan bom nuklir, jumlah energi yang besar terlepas dalam beberapa bentuk, yaitu 40 - 60 persen menjadi ledakan, 30 - 50 persen menjadi radiasi panas, 50 persen menjadi radiasi ionisasi, dan 5 - 10 persen menjadi debu sisa radioaktif.
Daya ledak yang kuat itu dapat diklasifisaksikan dalam lima zona rusak. Zona pertama, semua materi yang ada, lenyap menjadi uap. 98% tingkat fatalitas, tekanan lebih dari 25 psi dan kecepatan angin sekitar 320 mph. Zona kedua, kerusakan total. 90% fatalitas, tekanan lebih dari 17 psi dan kecepatan angin 290 mph. Zona ketiga, kerusakan dahsyat. Bangunan-bangunan besar seperti pabrik, gedung-gedung, jalan tol, jembatan dan lain-lain roboh berkeping-keping. Tingkat fatalitas 65%. 30% luka-luka, tekanan 9 psi & kecepatan angin 260 mph. Zona keempat, kerusakan panas tinggi. Semua materi terbakar. Penduduk kesesakan nafas karena oksigen disedot oleh pembakaran. Tingkat fatalitas 50%. 45% luka-luka. Zona kelima, kerusakan yang disebabkan angin dan api dari ledakan. Rumah penduduk rusak. Berpotensi melempar tubuh manusia. Diperkirakan pada zona kelima ini 15% dari korban meninggal dunia, dan 50% lainnya luka-luka. Tekanan 5 psi & kecepatan angin 98 mph (kaskus.us).
Seperti yang ditulis oleh Ismail, S.T.Alumni Fisika Teori Institut Teknologi Bandung dalam makalahnya, bahwa Energi awal sebuah ledakan nuklir dilepaskan dalam bentuk radiasi sinar gamma dan partikel neutron. Radiasi ini diserap material di sekeliling bom hingga memanaskan material-material tersebut dan membakarnya untuk membentuk bola api rakasasa dalam rentang waktu sepersejuta detik.
Oleh karena suhu ledakan sangat tinggi (hingga 300 juta derajat Celsius). Semua material di dalam bola api akan berubah wujud menjadi gas dan menciptakan suatu perbedaan tekanan yang tinggi yang pada akhirnya membentuk gelombang kejut. Gelombang kejut ini dapat menjalar hingga belasan kilometer dan menghancurkan apapun yang dilewatinya.
Selain dari jalaran gelombang kejut, ledakan nuklir juga menjalarkan panas yang dapat membakar apapun yang dapat terbakar saat dilewatinya. Di Hiroshima jalaran panas ini berlangsung selama 20 menit dan menghancurkan gedung serta rumah-rumah yang dilewatinya.
Efek lainnya dari ledakan senjata nuklir dapat merusak benda-benda elektronik. Radiasi sinar gamma yang dihasilkan dari sebuah ledakan nuklir menabrak partikel atmosfer sehingga menciptakan elektron berenergi tinggi. Elektron ini tertangkap oleh medan magnetik bumi dan menciptakan pulsa elekrtomagnetik. Pulsa inilah yang berpotensi menimbulkan tegangan tinggi pada kabel-kabel listrik dan menghancurkan peralatan elektronik. Selain itu, udara yang terionisasi dapat menggangu lalu-lintas gelombang radio. Efek ini bisa terjadi dalam skala luas, radius ledakannya ditenggarai mampu berpengaruh hingga skala benua.

Bencana di Chernobyl
Nuklir sebagai perkembangan teknologi telah memberikan manusia beberapa kemudahan. Kemudahan dalam menunjang perkembangan sebagai penyedia energi alam (yang saat ini dinilai) ramah lingkungan, sekaligus kemudahan untuk memusnahkan manusia.
Selain keunggulannya, PLTN juga memiliki resiko yang tak kalah hebat untuk mencabut nyawa manusia secara perlahan-lahan. Tak hanya mencabut nyawa manusia, bencana yang diakibatkan jika terjadi kerusakan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dapat “menghilangkan” rumah penduduk, lingkungan, bahkan kota yang telah dibangun oleh manusia.
Jika bencana lumpur Lapindo “hanya” menghilangkan rumah-rumah penduduk sekitarnya selama menyemburnya lumpur, PLTN mampu “menghilangkan” rumah penduduk beserta kota selama ribuan tahun.
Sejarah mencatat, bagaimana dampak tragedi nuklir dengan meledaknya PLTN di Ukraina pada tahun1986 dan tragedi pengeboman Hiroshima-Nagasaki oleh Amerika Serikat tahun 1945.
Seperti yang ditulis dalam web achthungpanzer.blogspot.com pada 26 April 1986 pukul 1.24 dini hari, unit 4 Pembangkit Tenaga nuklir Chernobyl meledak. Terjadi dua kali ledakan sangat besar dalam waktu 3 detik, yang telah meruntuhkan atap gedung. Gas radioaktif, reruntuhan bangunan, dan material berasal dari dalam gedung reaktor, terlempar ke udara setinggi dua per tiga mil (1 km). Potongan serpihan bahan bakar reaktor yang sangat panas beterbangan di udara dan jatuh dalam jarak nyaris mencapai 1 mil (1,6 km) jauhnya, menyulut kebakaran radioaktif yang menerangi wilayah itu.
Dua orang petugas PLTN Chernobyl langsung meninggal saat terjadi ledakan. Sebanyak 350.000 likuidator yang terlibat dalam proses pembersihan daerah PLTN, serta 5 juta orang yang saat itu tinggal di Belarusia, Ukraina, dan Rusia, terkena kontaminasi zat radioaktif. Perlu diketahui, bahwa radiasi dari radioaktif yang ditimbulkan oleh ledakan nuklir bisa mencapai radius 300 KM dari pusat ledakan.

Merusak Gen
Tragedi meledaknya PLTN di Chernobyl, Ukraina, merupakan catatan hitam bagi nuklir. Selain pemanfaatan nuklir yang dinilai “ramah” lingkungan, dampak negatif nuklir bagi manusia sangatlah berbahaya dan berakibat fatal. Belum ada yang dapat menggantikan (dampak) nuklir sebagai “wabah” paling mematikan hingga saat ini.
Peristiwa 26 April 1986 di Chernobyl telah membuktikan pada kita bahwa nuklir bukanlah “sahabat” yang baik ketika terjadi kesalahan dalam penangananya. Kesalahan yang terjadi pada Reaktor nuklir sangat membahayakan dan mengancam keselamatan manusia. Jika terjadi ledakan pada reaktor nuklir, dan materi-materi nuklir seperti plutonium menyembur ke udara, maka akan terjadi radiasi. Jenis radiasi yang diakibatkan oleh reaktor nuklir ini ada dua. Pertama, radiasi langsung, yaitu radiasi yang terjadi bila radio aktif yang dipancarkan mengenai langsung kulit atau tubuh manusia. Kedua, radiasi tak langsung. Radiasi tak langsung adalah radiasi yang terjadi lewat makanan dan minuman yang tercemar zat radio aktif, baik melalui udara, air, maupun media lainnya.
Radiasi langsung maupun tak langsung tersebut akan mempengaruhi fungsi organ tubuh melalui sel-sel pembentukannya. Plutonium yang keluar dan yang tersebar di udara pasca meledaknya PLTN di Chernobyl secara terus menerus mengeluarkan zat radioaktif. Radiasi zat radioaktif ini mampu masuk ke sumsum tulang, kemudian memutasi gen dalam tubuh manusia.
Pada prinsipnya, ada tiga pengaruh radiasi pada sel. Pertama, sel akan mati. Kedua, terjadi penggandaan sel, pada akhirnya dapat menimbulkan kanker, dan ketiga, kerusakan pada sel telur atau testis, yang akan menyebabkan kelahiran bayi-bayi cacat.
Akibatnya, pada 1992-2002 tercatat 4.000 kasus kanker kelenjar gondok di Belarusia, Ukraina, dan Rusia pada anak-anak dan remaja 0-18 tahun, termasuk 3.000 orang yang berusia 0-14 tahun. Selama perawatan, mereka yang terjangkit kanker, di Belarusia meninggal delapan anak, dan di Rusia seorang anak.
Kemudian memasuki 2006, 56 orang diberitakan meninggal dunia. Dan dari populasi 600.000 orang yang terjangkit radiasi nuklir, 4.000 orang diantaranya meninggal dunia akibat kanker. Tak ketinggalan dengan kasus-kasus kelahiran bayi cacat atau kelainan genetik. Disamping itu, radiasi ini juga berpotensi menyebabkan katarak, kebotakan, dan kemandulan
Tak hanya merenggut nyawa manusia, radiasi nuklir yang terjadi di Chernobyl memaksa seluruh penduduknya keluar dari kota tersebut. Mulai 1986 hingga tahun 241986 Chernobyl tak dapat ditinggali. Pasalnya, selama 240.000 tahun pasca meledaknya reaktor nuklir, plutonium akan terus mengeluarkan radiasi radioaktif. Salah satu kota pecahan Uni Soviet itu kini hanya dapat diabadikan dalam foto dan dijadikan objek wisata.

Nuklir di Hiroshima dan Nagasaki
Sejarah kelam nuklir juga terjadi pada tahun 1945. Ketika senjata nuklir berupa bom atom pertama kali digunakan oleh Amerika untuk meluluhlantakan Jepang pada perang Dunia II. Puluhan ribu warga Hiroshima dan Nagasaki tewas seketika sesaat setelah pengeboman. Hingga penghujung 1945, jumlah korban bom berkekuatan 2.000 ton TNT ini mencapai 74.000 jiwa. Setengah dari korban yang tewas di Hiroshima dan Nagasaki meninggal dua hingga lima tahun setelah ledakan nuklir akibat radiasi.
Sedangkan puluhan ribu korban lainnya tewas akibat leukemia, kanker, muntah-muntah, dan diare akibat radiasi bahan radioaktif dari 50% ledakan bahan bom nuklir. Gejala radiasi ini sama dengan gejala radiasi korban ledakan PLTN di Chernobyl.
Tak hanya bencana Hiroshima, Nagasaki dan Chernobyl. Sebenarnya ”korban” nuklir ini telah terjadi sejak Marie dan Pierre Curie mengisolasi logam radioaktif disebut radium. Pierre Currie meninggal saat meneliti unsur radioaktif tersebut.
Kasus lainnya ialah pada saat Amerika Serikat melakukan percobaan peledakan bom Hidrogen --bom nuklir yang memanfaatkan reaksi fisi dan reaksi fusi sekaligus-- Castle Bravo di pulau Marshall. Akibat salah perhitungan, daya ledak bom tersebut melebihi perkiraan. Seperti biasa, plutonium yang ada dalam bom tersebut langsung memproduksi radiasi radioaktif. Mau tak mau warga Pulau Marshall harus rela meninggalkan kampung halaman dengan warisan radiasi di tubuh mereka. Pasca peristiwa itu, sebagian besar penduduk pulau Marshall terjangkit kanker, sedangkan dan para wanitanya melahirkan bayi-bayi cacat.

Bencana hasil ”rekayasa” nuklir
Lain ceritanya di Irak dan Afganistan. Jika di hiroshima dan Nagasaki penjatuhan bom nuklir disengaja demi kepentingan perang, di Irak kematian manusia lebih disebabkan oleh asumsi keberadaan senjata nuklir. Atau yang dikenal dengan sebutan senjata pemusnah massa.
Cukup dengan modal tudingan itu, selama 7 tahun invansi, korban jiwa di Irak melebihi angka satu juta orang. Jumlah ini melebihi korban nuklir –di Cherrnobyl, Hiroshima, Nagasaki ditambah korban nuklir di Pulau Marshall-- yang pernah terjadi sebelumnya.
Ironisnya, tudingan ini tak terbukti. Senjata pemusnah massa yang dimaksudkan ternyata tak pernah ada di Irak. Namun, lebih dari satu jiwa orang telah melayang sia-sia. Tak hanya itu, pemerintah Amerika yang getol mencari senjata nuklir di Irak malah menggunakan bahan nuklir jenis lainnya pada saat perang melawan warga Irak dan Afganistan.
Seperti yang diberitakan oleh situs majalah.hidaytullah.com, tentara Amerika pada saat perang tersebut menggunakan bahan nuklir Depleted Uranium. Depleted uranium (DU) adalah zat yang mengandung radioaktif atau racun. Istilah “depleted” mengacu pada isotop U-235 yang terdeplesi. DU merupakan sampah nuklir dari proses pengayaan uranium isotop U-238 dan isotop U-236.
Zat beracun ini lebih berat dari timbal, jauh lebih keras dari baja, dan mampu membakar dengan suhu yang sangat tinggi. Depleted Uranium juga tak kalah hebatnya dengan bom atom. Zat nuklir ini dapat menyebarkan wabah kanker serta mampu membuat bayi-bayi terlahir cacat. Sama persis dengan dampak ledakan PLTN di Chernobyl dan Bom nuklir di Hiroshima-Nagasaki.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar